Semua
orang bermimpi punya anak saleh, anak yang tidak hanya menjadi penyejuk hati
orang tuanya di saat mereka hidup, tapi juga menjadi sumber aliran do’a saat
mereka sudah tiada. Oleh karena itu, wajar jika semua pasangan suami-istri di
dunia ini bermimpi memiliki anak yang saleh.
“Gara-gara
mimpi itu”, negara dibuat kerepotan menentukan kurikulum apa yang pas, semua
orang tua kelelahan mewujudkannya, begitu juga dengan lembaga pendidikan,
mereka keteteran menciptakan metode yang pas untuk mewujudkannya.
Padahal,
rumus teorinya simpel. Dari mana asalnya anak saleh? Jawabannya adalah: dari
keluarga atau rumah tangga yang saleh. Pertanyaan selanjutnya, dari mana
asalnya rumah tangga yang saleh? Jawabannya adalah: dari proses pernikahan yang
benar. Pertanyaan selanjutnya, dari mana asalnya pernikahan yang benar? Maka
jawabannya adalah: dari pertemuan seorang laki-laki dan seorang wanita saleh
dengan cara-cara yang dibenarkan Allah. Pertanyaan terakhir, bagaimana cara
menjadi perempuan atau laki-laki saleh tersebut? Inilah biang masalahnya.
Jadi
jika anak kita kurang saleh, jangan serta-merta menyalahkan anak. Marilah kita
berkaca, bagaimana proses pernikahan kita dahulu. Apakah sudah sesuai dengan
tata cara yang dibenarkan Allah? Bagaimana moral ibu dan ayahnya? Apakah sudah
yakin, ayahnya selalu mencarikan nafkah yang halal untuk keluarganya? Apakah
sudah yakin, ibunya tidak memakan makanan haram atau syubhat sehingga
menjadi air susu yang dikonsumsi anaknya? Imam Al Ghazali pernah berkata: Sifat
buruk dari seorang ibu dapat mengalir pada anak-anaknya melalui air susunya.
Lalu kelak sifat itu akan keluar saat anak mulai beranjak dewasa atau saat akil
baligh.
Jadi,
jika seorang laki-laki dan perempuan yang tidak peduli dengan kesucian moralnya,
tidak menjaga batas-batas pergaulan sesuai syari’ah, kemudian bertemu,
terjalinlah sebuah proses pernikahannya yang diawali dengan hubungan yang tidak
benar, hanya didasari cinta buta tanpa pemahaman agama, kemudian berumah tangga
dan memiliki anak. Ditambah lagi dengan nafkah yang syubhat yang diberikan
kepada anak. Kira-kira anak seperti apa yang akan tumbuh kelak?
Jika
anak mendapat asupan gizi yang jelas halal lagi baik, kemudian mendapat
pengasuhan dan contoh perilaku (teladan) yang baik dari ayah dan ibunya, tidak
ada kontaminasi pengasuhan pihak lain, dididik agama dan keyakinanya,
ditanamkan kasih sayang oleh ibunya, ketegasan dan jiwa kepemimpinan dari
ayahnya. Maka insyaAllah, jika dia sudah baligh, anak akan memiliki filter
sendiri di lingkungan pergaulannya. Agama dan kehormatannya akan terjaga, dan
anak akan memiliki kepekaan yang kuat dalam menyikapi perintah dan larangan
syari’at, menghindari segala tindakan yang dapat mendatangkan hukuman.
Sekarang,
mari kita lihat. Peristiwa pemukulan guru yang dilakukan muridnya sendiri,
membentak guru, pembunuhan dosen, pelajar SMP yang melawan POLANTAS padahal dia
menyalahi aturan lalu lintas dengan tidak memakai helm, dan sejumlah tindak
criminal yang terjadi di lingkungan pendidikan, merupakan bukti dari keluarnya
tindakan kriminal seorang anak, tepat saat mereka baligh. Hal ini sangat
kontradiktif dengan hasil yang seharusnya. Di usia baligh, seharusnya seorang
anak mulai memiliki kesadaran dan tanggung jawab akan pelaksanaan akhlak yang
baik. Tapi justru faktanya, sebagian anak usia baligh saat ini, malah berlomba-lomba
menunjukan dan membuktikan keberanian agar dianggap kuat dan pemberani. Rasa
kemanusiaannya hilang, hati nuraninya sudah tumpul, mata hatinya sudah tertutup
lumpur teladan yang buruk dan tertimbun oleh pola asuh yang salah.
Jika
seorang anak mendapatkan pengasuhan yang ‘pincang’ hanya ayahnya saja yang
saleh, maka Kan’an anak Nab Nuh a.s. cukup menjadi bukti atas hasil pengasuhan
tersebut. Prinsip-prinsip yang ditanamkan oleh Nabi Nuh a.s. kemudian
dihancurkan oleh istrinya sendiri. Istri yang berbeda prinsip dengan suami,
istri yang tidak satu visi dengan suami, dialah istri Nuh a.s..
Selanjutnya,
jika anak sudah mendapat pengasuhan yang baik, maka sekolah hanya bersifat suplemen
baginya. Dalam hal ini, sekolah TK dan SD sangat dijadikan pijakan dasar. Di
sekolah, seorang anak mulai mengenal hidup bersosial dan berinteraksi dengan
anak-anak lain yang tentu saja memiliki pola pengasuhan yang berbeda-beda,
mereka akan saling mewarnai satu-sama lain, ada pengaruh positif dan juga
sebaliknya. Sebagai contoh, ada teman di sekolah TK-nya yang mengucapkan kata
kasar, anak pasti akan mendengarkan dan ikut mempraktekannya. Namun anak dengan
bekal imunitas moral yang kuat dari keluarganya, hanya akan mengikutinya
sebentar saja, setelah ibunya menjelaskan kalau hal itu buruk dan kembali
ditanamkan ucapan-ucapan yang baik, maka perlahan kata-kata kasar itu akan
hilang dalam perkataannya, kata kasar itu hanya akan tersimpan di memorinya sebagai
kata-kata kasar dan tidak boleh untuk diucapkan. Perlahan, anak seperti ini
justru dia yang akan mencegah teman-teman di lingkungannya untuk tidak berkata
kasar.
Orang
tua tidak akan bisa membendung pergaulan anak dan orang tua juga tidak akan
mampu membendung arus teknologi. Oleh karena itu, bekali anak dengan ‘anti
bodi’ yang kuat, kuat moralnya, kuat spiritualnya, kuat inetelejensinya dan
kuat keterampilannya. Semua itu hanya bisa diraih hanya dengan memberikan
pengasuhan yang baik. Kedisiplinan orang tua, ketegasan orang tua, ketekunan
orang tua semuanya merupakan instrument penting yang akan dilihat oleh anak
kemudian ditirunya.
Pendidikan
terbaik tidak melulu harus dengan fasilitas terbaik. Sekolah mahal bukan
jaminan anak menjadi saleh. Karena almamater tidak akan bisa menjamin karakter.
Orang tua harus bisa membedakan pendidikan terbaik dengan fasilitas terbaik.
Anak yang dimanja hanya akan tumbuh menjadi anak yang kurang menghargai jasa
dan pengorbanan orang lain, termasuk orang tuanya sendiri.
Pada
anak usia sekolah dasar (SD), kemudian mereka akan menemukan tantangan dan
pergaulan yang lebih kompleks. Mereka tidak lagi akan berinteraksi dengan
puluhan orang, bahkan ratusan. Di masa inilah, anak harus didisiplinkan, diberi
penegasan batas-batas pergaulan, dipahamkan, di ajak bersikusi dan musyawarah,
diajak shalat berjama’ah, diajarkan Al Quran, dan kuatkan agamanya dari kedua
belah pihak, yakni rumah dan sekolah.
Begitu
pentingnya penanaman agama di masa SD ini, penulis pernah mengajukan pertanyaan
ke 100 responden, mengenai sholat. Apakah semenjak SD bacaan shalat anda
berubah? Maka 95 % menjawab tidak. Dan 5 persennya lagi menjawab iya berubah,
karena saya menemukan dalil yang sahih dari apa yang biasa saya baca dari saat
saya masih kecil. Kesimpulannya, hal ini membuktikan betapa penanaman agama
pada anak-anak ketika SD itu sangat membekas di hati mereka, sehingga ketika
mereka tumbuh dewasa, tidak ada yang berubah dari apa yang ditanamkan orang tuanya dahulu.
Masa
kecil anak adalah modal utama, asuhlah mereka dengan agama, pengasuhan, kasih
sayang dan teladan yang baik. Sungguh, hal ini tidak akan berlangsung lama,
tidak akan lama, bersabarlah para ayah dan bunda dimanapun kalian berada. Jika
anda mengasuh dan mendidik anak anda dengan benar. Maka kelak dia tidak hanya
akan membaktikan dirinya ketika anda hidup, bahkan ketika anda sudah, dia akan
mendoakan anda dengan ikhlas dan penuh kekhusuan. Mereka anak-anak yang saleh,
kelak tidak akan memperebutkan harta warisan yang anda tinggalkan, sehingga
berujung pada konflik ketegangan antara mereka. Tapi mereka berlomba
membaktikan jerih payahnya kepada anda dan selalu mendoakan anda dalam
sujud-sujud mereka.
Manusia
adalah satu-satunya makhluk yang Allah berikan anugrah yang bernama kehendak. Dengan
kehendaknya, ia bebas memilih. Tidak seperti kambing, yang hari ini makan
rumput, besok makan rumput, lusa makan rumput, bulan depan makan rumput, dst.
Tapi manusia bebas menentukan pilihan dengan tanpa mengabaikan segala efek yang
timbul dari pilihannya.
Oleh
sebab itu, silahkan memilih. Ada dua capek, yaitu capek di awal dan capek di
akhir. Apakah anda akan memilih bersusah payah di awal ketika mendidik anak
anda, mengasuhnya dengan penuh kedisiplinan, menanamkan akhlak dengan penuh ketegasan,
tapi kelak anak tumbuh dengan rasa hormat, kasih sayang dan berbakti kepada
anda. Atau anda pilih santai dalam mendidik dan menanamkan akhlak anak, tidak
diajarkan agama, membebaskannya tanpa memahakan batas pergaulan, memanjakannya
dengan memenuhi apapun yang menjadi keinginanya, dan kelak dia tumbuh menjadi
anak yang tidak terarah, jauh dari kesopanan, tidak memiliki kepekaan terhadap
lingkungan dan merusak keadaan. Silahkan memilih, capek di awal atau capek di
akhir!
Bersabarlah
wahai ayah dan bunda. Bersabarlah menjawab semua pertanyaannya, bersabarlah
mendengar tangisannya saat anda mendisiplinkannya, bersabarlah dalam berdiskusi
dengannya, bersabarlah, sungguh pengasuhan ini tak akan berlangsung lama sampai
anak-anak tumbuh menjadi dewasa dan mengembalikan semu kasih sayangnya
kepadamu. Se-modern apapun zaman, moral anak tetaplah bergantung pada hasil
pengasuhan anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar