Sebagai ummat Islam, tentu
kita semua tidak asing dengan istilah halalan thoyyiban, kalimat
tersebut merupakan serapan kata yang
berasal dari kitab suci Al-Qur’an, yang berarti halal dan baik. Kedua kata
tersebut merupakan syarat sah jenis makanan yang bisa dikonsumsi oleh seorang
muslim. Halal saja tidak cukup, sebagai contoh gula merupakan makanan halal, zat
yang terkandung didalam gula merupakan zat yang dibutuhkan tubuh, akan tetapi
jika tidak dikonsumsi secara tepat guna, maka gula tersebut akan menimbulkan
penyakit yang bisa membahayakan tubuh. Itulah sebabnya Allah swt memberikan
standar kedua yang bernama thoyyib yang berarti baik. Selain jenis
makanannya yang harus halal baik secara zat maupun cara mendapatakannya, kita
dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara tepat guna, sehingga aman dan
menyehatkan bagi tubuh orang yang mengkonsumsinya.
Sekarang, mari kita multi
fungsikan prinsip halalan thoyyiban tidak hanya kepada makanan saja yang
merupakan konsumsi perut manusia, apapun yang kita konsumsi, baik konsumsi
mata, telinga yang kesemuanya itu merupakan jalan seseorang untuk mendapatkan
hidayah, patut kita multi fungsikan prinsip halalan thoyyiban, karena faktanya
masih banyak sekali orang yang mengaku sehat secara jasmani padahal hati dan
fikirannya sangat kotor, hal ini dipicu karena seseorang boleh jadi mendengar
atau melihat hal-hal yang tidak semestinya dia lihat, apalagi di zaman informasi
teknologi yang sangat pesat seperti sekarang ini, mempermudah kita untuk
mengakses informasi apapun yang kita inginkan secara cepat dan akurat.
Informasi tersebut kemudian kita baca, kita lihat dan kita telaah sehingga
menjadi konsumsi otak dan akal kita dan dengan cara tersebut akan menambah
pengetahuan pembacanya.
Arus perkembangan teknologi
informasi yang sangat cepat, bahkan sulit dibendung, informasi-informasi
positif dan negatif pun menjadi sulit diklasifikasi. Sehingga tidak sedikit
anak kecil yang sudah terbiasa melihat berita-berita kriminal, pelecehan dll,
padahal hal ini sesungguhnya sangat merusak proses tumbuh kembang mereka yang
seharusnya hanya menerima informasi-informasi positif saja yang kelak akan
tertanam menjadi sifat dan karakter mereka nantinya.
Seandaninya setiap muslim
mengkonsumsi asupan yang halalan thoyyiban untuk perut, mata dan telinganya,
niscaya akal, hati dan fikirannya akan terbuka menerima kebenaran dan hidayah
Tuhan. Setiap orang pasti memiliki potensi dan kesempatan untuk berbuat dosa,
tapi kesempatan itu diambil atau tidak, semuanya bergantung pada sejauh mana
keimanan orang tersebut, seorang bisa saja berada pada lingkungan yang cukup
agamis, tapi begitu ada kesempatan berbuat dosa, orang tersebut melakukan dosa.
Atau sebaliknya, seorang bisa saja berada pada lingkungan yang parah, tapi jika
seseorang itu memiliki keimanan yang kuat, niscaya lingkungannya itu tidak akan
mempengaruhinya.
Lingkungan hanya sebuah
faktor yang mempengaruhi keshalehan seseorang, bukan satu-satunya faktor,
sebagai contoh, Nabi Nuh, beliau memiliki seorang anak yang mebangkang atas
ajaran yang disampaikannya, demikian pula istrinya. Contoh lain, Mus’aib Bin
Umair, seorang sahabat Rasul yang berasal dari keluarga yang kaya raya dan
bergelimang harta, beliau tidak tertarik untuk menikmati kekayaan fana itu,
Mus’aib malah memilih berjuang dalam penegakan Islam dan hidup dalam penuh kesederhanaan,
semuanya bergantung kepada siapa Allah menghendaki hidayah itu berlabuh.
Sesungguhnya Allah memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.
Walaupun demikian, kita harus
senantiasa berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kenyamanan dan keselmatan
hidup kita, logikanya, seseorang yang hidup dilingkungan kondusif belum tentu
orang tersebut bisa mengkondusifkan dirinya, apalagi jika seseorang tinggal di
lingkungan yang tidak kondusif, peluang untuk berbuat maksiat semakin luas, dan
hal itu bisa semakin memicu seseorang untuk berbuat maksiat lebih jauh lagi.
Sebagaimana firman Allah
dalam QS At-Tahrim : 6 yang artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian
dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).
Semoga apapaun bentuk
lingkungan kita, kita tetap menjadi manusia yang senantiasa menempatkan iman
kita dimanapun kita berada, hati kita senantiasa memiliki nikmat Ihsan, dimana
kita selalu merasa dilihat Allah dimanapun aktivitas kita.
Demikianlah Allah memberikan
hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki, semoga dengan kita menjaga mata, hati
dan telinga kita, kita tergolong menjadi orang-orang yang senantiasa
dikaruniakan hidayah, dan senantiasa mengabdi kepada Allah dalam keadaan lapang
maupun sempit.
"Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami
sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raf : 23)
Wallahu a’lam.
Aamin, terkadang kesenangan yg di dapat adalah pendhaliman itu sendiri
BalasHapus