Judul
dari tulisan ini memang seperti tidak memiliki makna apa-apa jika dibaca
sekilas, namun jika pembaca mau menyempatkan sejenak dan melanjutkan membaca
artikel pendek ini, insyaAllah judul di atas akan menjadi sebuah susunan kata
yang syarat makna.
Judul
di atas , saya ambil dari beberapa part peristiwa hidup saya yang banyak
merubah pemikiran dan pola hidup saya. Yaah, bisa dibilang lebih dewasa dan
lebih siap dalam mencerna takdir Allah dalam berbagai bentuk.
Saat
duduk di bangku SMA dulu, saya sangat menyukai bahasa inggris dan bercita-cita jadi
guru bahasa inggris, alhasil ketika lulus dari bangku SMA, saya mengikuti
SNMPTN pada jurusan pendidikan bahasa inggris, namun apa yang terjadi? Saya
tidak lolos, kemudian saya lanjutkan mengikuti UM tapi hasilnya sama saja. Saat
itu hati saya seperti hancur berkeping-keping, menelan pil pahit kegagalan dan
penderitaan. Bahkan saya namakan tahun itu sebagai ‘amul huzn (tahun
kesedihan).
Akhirnya
saya terpuruk, menggugat Tuhan yang tak kunjung menghulurkan kasih sayang-Nya
kepada saya. Saya semakin marah dengan keadaan. Sampai akhirnya saya berhenti
satu tahun untuk menarik diri dari dunia pencarian ilmu.
Demi
melihat teman seangkatan yang sudah memulai perkuliahan, rasanya hati ini sakit
dan sampai pada titik klimaks sebuah penderitaan, hidup luntang-lantung tidak
jelas dan nyaris tanpa arah. Namun hari-hari gelap itu semakin berlalu, sejenak
diri ini mulai mau menanamkan motivasi dan mimpi seperti dulu lagi.
Kekecewaan
itu begitu kuat, hingga di tahun selanjutnya, saya memutuskan untuk tidak
bergabung di SNMPTN lagi demi mengambil jurusan yang sama. Akhirnya saya
memutuskan untuk mengambil jurusan PAI di sebuah universitas swasta di kota
Bandung. Dengan hati yang hampa, kuikuti saja perkuliahan disana. Setiap hari
ku jalani, aku tidak lebih dari sesosok mayat hidup yang hanya bergerak karena
malu dengan diriku sendiri.
Mayat
hidup itupun terus menjalani kuliahnya sampai beberapa semester, datang
se-enaknya dan mengumpulkan tugas se-kena-nya. Putus asa itu sempat datang
lagi, namun karena saya harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah saya
pilih, akhirnya saya memilih untuk menjalani semua pengkhianatan diri itu. Hati
ini terus memberontak dan berkata “ini bukan passionmu”. Tapi aaaaahhh
sudahlah, Tuhan mungkin tak sedang ingin memperhatikanku. Aku mulai mati rasa
dan sudah tak peduli dengan semua takdir yang selalu tak sesuai dengan
keinginanku.
Hari
itupun datang juga, aku lulus dan diwisuda dengan mengantongi IPK akhir sebesar
3,4. Angka yang cukup fantastis untuk sesosok mayat hidup yang kuliah dengan
jiwa yang hampir mati.
Selesai
wisuda, sebagaimana terjadi dengan berjuta sarjana-sarjana lain, saya mulai
menyebarkan surat lamaran kerja ke berbagai sekolah. Semua media pengiriman surat
saya coba, mulai dari yang saya antar sendiri, saya titip teman, bahkan saya
kirim via pos. semua itu kujalani dengan hati yang dingin, karena diri ini
sudah mulai tak peduli dengan hasil karena yang penting adalah upaya.
Dan
suatu hari di tengah teriknya matahari di bulan ramadhan, saat raga ini meronta
karena haus yang tak kunjung dilunasi oleh perintah ruh. Ponselku berbunyi
tanda ada panggilan masuk, sejenak kulihat hatiku bergumam, ah telpon rumah
yang tak ada di phonebook, seketika ku angkat telponnya, dan terdengar suara
parau dari ujung telpon sana, terdengar suara seorang perempuan yang bertanya
dan meyakinkan nama dan alamatku. Ku jawab dengan penuh wibawa dan bayangan
mimpi masa depan yang indah. Wanita diujung telpon itu meminta saya untuk datang
ke sebuah sekolah elit yang saya bidik guna memenuhi tes mengajar PAI dan
wawancara.
Keesokan
harinya saya datang, sesuai yang dijadwalkan, saya ikut micro teaching
di depan sang kepala sekolah dan dilanjut dengan sejumlah test keguruan, tes
psikologi dan wawancara yang semuanya berjalan mulus karena teori pendidikan
semuanya masih mendidik di otak saya, terang saja karena semua materi skripsi
yang belum lama disidangkan sesuai dengan topic yang dipertanyakan di tes
tersebut. Sampai berakhir dengan surat kesepakatan dan perjanjian kontrak kerja
mengajar di sekolah tersebut.
Sejarah
barupun dimulai, saya ternyata mengajar PAI di sebuah sekolah yang menggunakan
bahasa inggris sebagai pengantar. Namun beruntungnya, beberapa pelajaran
seperti PAI, Bahasa Indonesia, PKN dan IPS masih menggunakan bahasa Indonesia.
Walau demikian, ketika berkomunikasi di luar mengajar, guru diharuskan
berkomunikasi menggunakan bahasa inggris dengan siswa. Dan hal ini cukup
menjadi kabar buruk untuk saya, yang tak mampu berbicara bahasa inggris sama
sekali. Namun hati ini tetap senang, karena setiap hari, saya bisa terus
belajar bahasa inggris sebagai bahasa perolehan yang memudahkan saya untuk
lebih cepat menyerap dan mempraktekan bahasa tersebut.
Bulan
berganti tahun, sampai saya baru menyadari bahwa kemampuan bahasa inggris saya
meningkat signifikan (tentu saja jauh bila dibandingkan dengan guru-guru lain
yang major awalnya berbahasa inggris), bahkan saya mampu mengajar materi
PAI, membuat worksheet yang semuanya saya praktekan dalam bahasa inggris. Tak
terasa bertahun-tahun diri ini baru tersadar dan menangkap semua hikmah dibalik
peristiwa tujuh tahun kebelakang, mungkin ini maksud Allah. Saya tidak
diloloskan di jurusan pendidikan bahasa inggris dulu. Agar saya bisa jadi guru
PAI yang mampu berbahsa inggris. Kemampuan yang cukup langka di jurusan kami
yang mayoritas berasal dari pesantren.
Kalimat
“untung gak jadi” adalah ekspresi emosi saya pribadi dalam mengungkapkan rasa
terimakasih saya atas skenario Allah SWT yang telah memperjalankan saya dahulu
menjadi mahasiswa PAI, jauh dari harapan dan ekspektasi saya saat itu. Namun
menjadi begitu special hasilnya saat ini.
Yaah
itulah hikmah, yang kadang mungkin tidak bisa kita temukan dalam kurun waktu
satu atau dua bulan, satu atau dua tahun, tapi tujuh tahun. Waktu yang tidak
singkat dalam sejarah hidup seorang manusia. Di luar sana, mungkin ada orang
yang baru menemukan hikmah masalah dalam hidupnya setelah sepuluh tahun, dua
puluh tahun, bahkan ketika meninggal, baru anak cucunya yang menemukan manis
dibalik kepahitan yang terjadi pada orang tuanya.
Hal
ini juga berlaku di wilayah tempat tinggalku. Konon, zaman dulu wilayah Cililin
Bandung Barat merupakan wilayah yang gersang, tanahnya merah dimana hanya
alang-alang dan sereh yang bisa tumbuh di lahan kami, airpun sangat sulit
didapatkan penghuni pada masa itu. Namun, ketika gunung Galunggung di
Tasikmalaya meletus bulan April tahun 1982, kubah lava Galunggung yang
membuntal sudah tak tahan lagi ingin memuntahkan laharnya, dimana abu vulkanik
yang menyebar bak malapetaka bagi segenap wilayah Indonesia pada saat itu.
Siang dan malam nyaris tak ada beda, karena sama gelapnya. Namun setelah
letusan itu berakhir bulan januari 1983, tanah kami menunjukan rona berbeda, ia
tampak lebih hitam dan lebih subur, sehingga aktivitas pertanianpun mulai menggeliat,
tanah kami mulai bisa ditanami berbagai macam tumbuhan palawija, buah-buahan
dan sayuran bisa tumbuh dimana-mana, pohon-pohon kayu mulai tumbuh menjulang
tinggi dan memberikan keteduhan bagi penanamnya. Do’a sekaligus jerit tangis
orang tua zaman dulu, yang hasilnya baru bisa dinikmati bertahun-tahun
kemudian.
Yahh
pembaca yang dirahmati Allah, itulah hikmah. Pelajaran dan berkah yang bisa
kita ambil dari beberap peristiwa yang konon katanya “buruk” menurut kita,
padahal TIDAK menurut Allah.
Dari
pemahaman beberapa kejadian di atas, saya semakin yakin dan mulai legowo dalam
menerima segala ketetapan (qudrah dan iradahnya Allah), saya tak lagi
menggerutu jika hujan datang tiba-tiba saat saya sudah siap berangkat ke sebuah
acara yang sudah saya rencanakan sejak jauh-jauh hari. Saya jadi lebih pasrah
dengan segala ketetapan-Nya. Terserah pada-Mu ya Allah. Engkau Dzat Yang Maha
Tahu.
“Diwajibkan
atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi
kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah Mengetahui sedang kamu
tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216)
Wallahu
a’lam
Antapani,
23 Agustus 2016 (22.49)
awesome bu, , , mohon mf lahir batin tina sgala kalepatannya
BalasHapusApa kabar evan? Msh d jambi? Ada nomer watsapp ga, biar masuk grup angkatan.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus