Berawal dari peristiwa 212, demo
jutaan kaum muslimin menuntut diadilinya gubernur non-aktif Basuki Cahaya
Purnama alias Ahok, aksi damai raksasa itu berawal dari sebuah potongan video
yang diunggah Buniyani, video pendek itu berisi komentar Ahok atas surah
Al-Maidah ayat 51.
Tidak ada yang salah dengan aksi
212, toh aksi tersebut juga merupakan wujud akumulasi kekesalan ummat Islam
atas perbuatan dan perkataan Ahok yang lagi dan lagi nyerempet masalah agama.
Malah dalam aksi tersebut kita bisa menyaksikan betapa ummat Islam Indonesia
itu bisa kompak, tertib dan mampu menampakan diri sebagai kaum mayoritas yang
tak mau keyakinannya dihina atau diintervensi oleh kaum lain. Alhamdulillah,
sebagai orang Islam Indonesia saya
merasa bangga dan haru melihat ukhuwah islamiyah kita yang begitu santun
walalupun masih berada dalam system demokrasi.
Namun menilik dari sisi
sabab-musababnya aksi ini pecah, justru sejenak setelah video pendek yang
diunggah tersebut, qadarAllah. Tuntutan ummat Islam Indonesia semakin menguat
hingga akhirnya KAPOLRI mentetapkan sang taipan sebagai tersangka, dengan
status tersangkanya, Ahok masih juga aktif berkampanye, menyuarakan
gagasan-gagasan dan ide pembaharuannya kelak jika dia terpilih menjadi gubernur
di putaran selanjutnya.
Selang beberapa waktu, sang ulama
Habib Riziqpun digugat dengan tuduhan penistaan terhadap Pancasila, sedih
rasanya melihat sang ulama pemberani itu ditetapkan menjadi tersangka. Hati ini
menangis dan hampir mempertanyakan apa yang terjadi, apa maksud Allah atas
semua ini? Mengapa semua orang jadi dengan mudahnya saling menuduh dan
melaporkan, semua hal-hal negative begitu mudahnya diekspos terutama di social media.
Sejenak hati ini teringat firman
Allah, Surah Al-Hujurat ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa kabar berita, maka periksalah dengan
teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (Al Hujurat: 6)
Hidup di zaman sekarang ini
memang harus penuh kehati-hatian, anugrah Allah yang bernama teknologi memang
sudah menjelma menjadi gaya hidup masyarakat modern, bahkan manusia masa kini
lebih memilih tidak makan daripada tidak ada paket kuota internet. Begitu
pentingnya akses internet dalam kehidupan manusia saat ini. Mudahnya akses
informasi membuat kita jadi semakin cerdas dan mau menghabiskan waktu
berjam-jam di depan gadget atau laptop. Semua itu dilakukan demi mengetahui
informasi dan mengetahui apa yang sedang ramai terjadi di dunia luar sana.
Hingga para pengakses ini menamai diri mereka sendiri sebagai netizen.
Dengan hadirnya social media,
semua orang bisa menjadi wartawan tanpa harus kuliah di jurusan jurnalistik
bertahun-tahun, semua orang bisa menjadi fotografer tanpa harus kuliah atau
mengikuti pelatihan semacamnya, bahkan semua orang bisa menjadi komentator dan
saling menghina di social media. Sejatinya, seorang dokter yang memiliki
kewenangan untuk mengoprasi atau mendiagnosa penyakit pasiennya adalah orang
yang sudah mengikuti kuliah bertahu-tahun di bidang kedokteran, kemudian wajar
jika pendidikannya telah rampung, sang dokter mendiagnosa penyakit dan kita
percaya atas diagnosanya hingga akhirnya sang dokter memberikan resep sebagai
obat yang mudah-mudahan dengan kehendak Allah bisa menyembuhkan sang pasien.
Namun yang terjadi saat ini,
orang dengan mudahnya berbagi informasi atau meng-update status tanpa
menimbang dampak yang akan terjadi, selain itu diluar sana dengan mudahnya para
netizen yang reaktif berkomentar, men-judge, mencela,
mempermainkan, bahkan ‘membunuh’ karakter orang lain. Tidak semua netizen
juga reaktif, malah banyak saya temukan beberapa orang dengan berkomentar
secara bijak dan berimbang. Namun yang ingin saya soroti saat ini adalah
mengapa manusia bisa begitu mudahnya terpancing oleh kabar yang belum tentu itu
benar. Sampai muncul istilah haters, sungguh istilah ini adalah istilah
yang tak pantas disematkan kepada seorang muslim. Sebagai pribadi yang santun,
pemaaf dan rahmatan lil ‘aalamiin.
Berikut ini saya buat beberapa
tips menggunakan social media dengan bijak, jika ada manfaatnya silahkan
netizen ambil, namun jika tidak silahkan tinggalkan saja, InsyaAllah tidak akan
merugikan hidup siapapun.
1. Statusmu Harimaumu
Teringat peristiwa beberapa hari
lalu, seorang artis yang diberhentikan kontraknya gara-gara statusnya di
instagram yang dinilai menghina dan melecehkan pihak tertentu. Dari kejadian
ini, kita bisa mengambil pelajaran, hendaknya kita menimbang dan memikirkan
informasi atau status apa yang hendak kita post ke social media, apakah
bersifat informatif, hiburan positif (bukan konten pornografi) atau motivasi.
Diluar itu semua, maka konten bisa dipastikan hanya sekedar pamer, menunjukan
eksistensi diri, sumpah serapah atau keluhan. Jadi, berkaca dari semua kejadian
itu, hendaknya kita lebih berhati-hati dalam berucap di kehidupan nyata maupun
kehidupan maya.
2. Berfikir sebelum
berkomentar
Sebagai makhluk modern, kita
selalu terus-menerus mengakses internet dengan berbagai macam kepentingan, oleh
sebab itu, jika menemukan informasi atau kabar di internet, hendaknya
kita tidak langsung, serta-merta melayangkan komentar tanpa memahami apa dan
bagaimana kabar itu bisa terjadi, hindari komentar berupa menjustifikasi orang,
menghina, merendahkan, mempermainkan atau mem-post icon-icon atau gambar
yang tak pantas. Tidak hanya di dunia nyata kita harus mengklarifikasi namun
begitu juga di dunia maya. Dalam surah Al-Hujurat ayat 6 Allah menegaskan
bahwa:
“Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa kabar berita, maka periksalah dengan
teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (Al Hujurat: 6)
Sebagai orang beriman, hendaknya
kita tidak bersikap reaktif, gampang tersulut emosi atau bahkan mudah marah.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan hidup mulianya
mencontohkan kepada kita, ketika kabar istrinya Aisyah pergi berdua bersama
Shofwan terdengar, segelintir orang-orang musyrik memanfaatkan situasi ini
untuk memprovokasi Rasulullah, ketika kabar itu sampai kepadanya, beliau merasa
cemburu dan marah, tentu saja itu tindakan dan sikap manusiawi, namun apa yang
beliau lakukan? Apakah beliau memukul istrinya? Menghina? Atau mengusir? Men-judge?
Itu tidak beliau lakukan, beliau hanya mendiamkan Aisyah r.a., hingga datang
wahyu dari Allah yang menyatakan bahwa khabar itu hanya fitnah dan Aisyah tidak
berbuat selingkuh. Maka Rasulullahpun kembali menerima Aisyah sebagaimana
sebelumnya beliau perlakukan.
Dari kisah di atas, hendaknya
bisa kita teladani, bahkan ketika ada informasi yang merugikan diri kita
sekalipun, hendaknya kita tidak bertindak gegabah dan tidak dengan mudah
terpancing emosi. Berfikir jernih dengan kepala dingin tentu saja hasilnya akan
lebih maslahat dari pada komentar dengan nada rasis, reaktif atau provokatif.
3. Buku adalah gudangnya ilmu,
membaca kuncinya
Membaca sebuah buku dengan judul
“Menguak Rahasia Cara Belajar Orang Yahudi” karya Ustadz Abdul Waid, penulis
menyatakan bahwa konon orang Yahudi yang mayoritas penemu teknologi itu, tidak
pernah menanamkan kepada anak-anak mereka untuk belajar melalui pc atau gadget,
itulah sebabnya sekolah-sekolah dan perpustakaan di Israel selalu penuh dan
ramai pengunjung, karena siswa dan masyarakat umum lebih memilih belajar
melalui buku dari pada mencari sumber informasi dari internet, semua informasi
yang dihasilkan dari buku lebih valid, akuntabel dan bisa
dipertanggungjawabkan.
Penulis menambahkan, dengan
menggali informasi atau bacaan lewat buku, siswa di Israel cenderung bisa
membentuk pola pikiran dari apa yang di baca, jadi siswa di Israel mampu
menyerap informasi secara terstruktur sehingga daya ingat mereka tajam dan
tahan lama.
Dari pemaparan penulis Ustaz
Abdul Waid di atas, kita bisa memanifestasikan gaya belajar orang Yahudi yang
mengurangi akses informasi lewat gadget atau pc computer, selain menimbulkan
radiasi membaca lewat handphone atau computer juga tidak membuat kita mampu
membentuk mind map, namun semua itu bisa dilakukan jika kita membaca
buku. Percayalah, jika orang-orang Yahudi itu bisa cerdas bahkan banyak yang
jadi penemu, bukan karena mereka adalah makhluk yang diunggulkan Tuhan di muka
bumi ini, tapi karena mereka memiliki pola hidup dan pola belajar yang baik
sehingga generasinya tumbuh menjadi para ilmuwan dan memiliki pengaruh di dunia
ini, bahkan mereka sendiri yang menciptakan social media. Tidak bermaksud
mengunggulkan, hanya memotivasi diri sendiri dan anda semua, bahwa kita juga
bisa se-cerdas mereka.
Dengan demikian, perbanyak baca
buku, kurangi menggali informasi dari gadget jika tidak terlalu penting. Jika
penting ya gunakan saja! Jangan kaku juga.
4. Punya sosmed? Ya harus…
Sebagai anak muda masa kini,
tentu saja kita harus mampu mengimbangi era teknologi dan derasnya arus
informasi, saya menyarankan anda untuk mengurangi penggunaan gadget, bukan
berarti saya melarang anda untuk memiliki facebook, twitter, instagram,
whatsapp, line dkk lah yaa, beberapa atau mungkin semua itu boleh anda miliki,
mungkin ada di antara teman SD kita dulu, SMP, atau SMA yang ingin bersilaturahim
dengan kita namun terkendala di jarak dan waktu, tentu saja, social media
adalah media yang pas untuk bersilaturahim secara efektif dan efisien.
Namun syaratnya, kita hanya boleh
mengunggah gambar-gambar atau status yang akan menimbulkan manfaat bagi
pembacanya, misalkan kata-kata motivasi, gambar-gambar inspiratif, meme atau
gambar dengan konten bertujuan hiburan positif dalam artian bukan gambar porno.
Tentu saja hal itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan.
Jika sebagian orang bisa merusak
kaum muslimin dengan status-status, gambar atau video yang kontennya merusak,
maka kita juga harus buat media yang serupa untuk memerangi hal itu dengan
status-status atau gambar yang berkonten positif dengan tujuan agar membangun
karakter anak muda sebagai penerus pemimpin ummat Islam di masa yang akan
datang.
5. satu teman di dunia nyata
lebih berharga daripada seribu teman di dunia nyata
“Dari Abi Hurairah, ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa
ingin diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia sambungkan
silaturahim” (HR. Bukhari)
Hadits di atas mensunnahkan kita
untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita, jika
kita ingin diluaskan rizki dan dipanjangkan usia, maka jagalah hubungan baik
dengan keluarga, tetangga, rekan kerja, sahabat, menjaga hubungan baik itu
memang susah-susah gampang, gampang yaa karena baik atau buruknya seorang
manusia yang bisa dinilai dari perkataannya, menjaga hubungan baik bisa dengan
menjaga perkataan, senantiasa menjaga ucapan dan perbuatan serta mengingat
mereka dengan memberikan makanan atau souvenir jika kita selesai bepergian
(hanya contoh saja).
Keluarga, teman atau orang-orang
yang ada di sekitar kita, merekalah orang-orang yang pertama kali akan
mengetahui kondisi kita manakala kita berada dalam kesulitan, mereka juga yang
akan menghantarkan jeazah kita manakala kita meninggal kelak, sebab itu jagalah
hubungan baik kita dengan mereka. Dengan begitu semua kebaikan itu akan kembali
pada kita. Ingat! Semua kebaikan itu akan kembali pada pelakunya. InsyaAllah.
Sebagaimana Allah berfirman dalam
surah Al-Isra ayat 7:
“Jika kamu berbuat baik berarti
kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat maka
kejahatan itu bagi dirimu sendiri, …” (Al-Isra: 7)
Wallahu a’lam.
Demikian beberapa tips menggunakan
social media dengan bijak, semoga ada manfaatnya dan bernilai amal saleh untuk
penulisnya. Aammiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar