Cerita
ini, kubagi pada para pembaca dengan penuh ambisi. Bukan karena aku telah bebas
dari PR Tuhan yang bernama ujian, aku hanya ingin mengajak anda para pembaca
menjadi lebih yakin akan keajaiban Allah.
Aku
adalah seorang anak manusia yang sedang berusaha keluar dari kubangan
keterbatasan, bukan karena aku tidak mawas diri, bukan pula karena aku tidak
faham kondisi, aku sangat menyadari semua itu, keterbatasanku tidak lantas
harus membuatku menyerah pada keterbatasan
yang Allah gariskan untuk-ku. Karena aku yakin, Tuhan-pun tak akan tega melihat
ciptaan-Nya terus menerus berada dalam
kondisi kesulitan, Yang Maha Kuasa pasti selalu
menyediakan reward diakhir ujian pada kita.
Segala
puji bagi Allah, yang telah melahirkan aku di keluarga yang penuh kasih sayang.
Aku memiliki masa kecil yang cukup bahagia, diberikan pendidikan terbaik oleh
orang tuaku, ibuku tak pernah berhenti membuatku terus bermimpi, dia gemar
sekali menceritakan anak tetangga kami yang sudah menjadi dosen (baca-sudah
sukses), saking seringnya aku mendengar cerita itu, aku sampai hafal setiap
bagian kisah itu, dan ku
susun
menjadi sebuah puzzle hidup yang pasti akan ku tapaki.
Ibuku
memang tidak menyekolahkanku di sekolah yang mahal, sekolah dengan SPP
berjuta-juta, bagi kami itu hanya ada di film saja, aku memang tidak terlahir
dari keluarga kaya raya, tapi bukan berarti aku tidak boleh punya ambisi untuk
bermimpi.
Saat
lulus dari SMP
dulu, aku merengek pada ibuku supaya cepat-cepat mendaftarkan aku ke SMA, khawatir pendaftaranya akan ditutup,
tapi ibuku hanya tersenyum, dia bilang, mau daftar pake apa? Dari mana ibu akan
membiayai sekolahmu? Liat kakak-kakakmu, mereka juga hanya sampai SMP. Kata-kata
itu sungguh menyayat hati, tapi
aku tak habis akal, aku nekat mendaftarkan diriku sendiri ke sebuah SMA di daerahku, dengan
modal uang tabunganku, aku berhasil terdaftar menjadi siswa baru di sekolah
tersebut, sampai akhirnya Tuhanpun memberikanku jalan dengan segala
kemudahan-Nya hingga aku berhasil lulus di sekolah tersebut, yah walaupun hanya
mengantongi juara kedua.
Sebulan
setelah lulus SMA, aku masih bingung apa selanjutnya rencanaku, lagi-lagi aku
nekat melanjutkan studiku, berkali-kali aku katakan kepada orang tuaku, kalau
aku ingin melanjutkan studiku ke perguruan tinggi, dan berkali-kali pula orang tuaku
menjelaskan kalau mereka tak mampu menyekolahkanku lebih tinggi lagi, terdengar
klasik memang, tapi begitulah adanya. Kata-kata itu hanya berlalu saja di
telingaku, hingga akupun berhasil menunjukan aksi nekat yang kedua kalinya. Aku meyakinkan ibuku dengan cerita-cerita heroik yang
dia berikan dulu. Akhirnya ibu dan keluargaku percaya padaku.
Dan
dimulailah petualanganku di kota kembang ini, di tempat yang berbeda dengan
status berbeda, yah saat itu aku sudah jadi mahasiswa, mahasiswa yang agak
berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, aku memang bukan mahasiswa pada umumnya,
mahasiswa yang tinggal duduk manis belajar di kelas mendengar khotbah dosen,
mengerjakan tugas, hang-out dan pulang ke kosan, aku tidak seperti
mereka yang dikirim orang tuanya ke Bandung hanya untuk fokus belajar. Aku
dikirim ke bandung oleh diriku sendiri, untuk mencari ilmu dan memperjuangkan mimpiku. Itulah keputusanku, keputusan yang sudah
menjadi harga mati, hingga orang tua pun tak mampu mengintervensi.
Selama kuliah, aku berusaha
mencukupi kebutuhanku dengan bekerja paruh waktu dan mengajar privat anak-anak
SMP dan SD, tak banyak yang bisa kulakukan, karena keterbatasan waktu, kuliah
tingkat awal memang lumayan padat, sehingga sangat menguras waktu, tenaga,
biaya dan fikiran. Selama kuliah, bahkan aku tak sempat terfikirkan untuk
membeli sepotong baju baru pun, karena yang ada di fikiranku setiap kali aku
punya uang adalah, bagaimana cara memenuhi ongkos hidupku yang sebatang kara,
mulai dari biaya makan, tagihan kosan, bayar kuliah dan berjuta-juta jenis
beban lainnya.
Suatu ketika, saat cobaan
hidup ini sampai pada titik klimaks, aku pernah berfikir untuk pulang saja ke
kampung halaman, saat itu aku berfikir bahwa Tuhan terlampau tega memberi
cobaan ini padaku, ah.. aku menangis waktu itu, aku ingin pulang saja, aku
menyesal telah terlalu berani menantang badai kehidupan ini, aku pun mengemasi
barang-barangku, namun setelah aku siap untuk pulang ke rumahku di pelosok desa
sana, tiba-tiba saja aku merasa malu dengan diriku sendiri, aku terlalu gengsi
untuk menyerah pada semua masalah ini, aku menangis sejadi-jadinya, aku bingung
setengah mati.
Ditengah kebingungan itu,
aku mencoba me-refresh pikiranku, aku
buka pikiran positifku, dan akupun kembali menata mimpiku yang nyaris luluh
lantak akibat perasangka buruk pada Tuhan, aku berusaha sekuat tenaga untuk
meraih mimpiku, untuk bisa kuliah dan lulus sebagai sarjana, bahkan sampai
professor kalau perlu.
Hari demi hari, semester
demi semester pun berlalu, aku khusu mengikuti setiap fase kuliahku, sampai
akhirnya sidang skripsi pun tiba, aku berhasil melewati semuanya dengan hasil
yang baik, sampai saat dimana hanya tinggal menunggu tanggal itu datang, tanggal
wisuda, tanggal yang cukup krusial bagi keluarga kami, karena aku adalah orang
pertama di keluarga yang bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.
Ibuku bilang, di hari wisuda nanti, seluruh keluargaku akan datang, termasuk
tetanggaku. Subhanallah, aku bahagia mendengarnya.
Sesaat, aku falashback pikiranku ke masa lalu, ku
ucapkan syukur kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan-Nya, dan telah
menciptakan aku sebagai makhluk yang tidak senang berfikir panjang akan
beberapa hal, jadi aku bisa kuliah dengan cara menutup mata dan telingaku dari
kondisiku sebenarnya, aku bersyukur dilahirkan sebagai orang yang optimis, jadi
aku yakin aku bisa meraih cita-citaku.
Hidup terkadang tidak
membutuhkan hitungan logis matematis untuk menjalankanya, hanya butuh keyakinan
saja, maka mimpi itu perlahan akan menjadi nyata, dunia ini terkadang hanya
bisa dinikmati oleh para pemberontak kondisi, kepahitan masalah yang sudah
mencapai titik nadir, kelak akan menjadi kenangan manis untuk diingat, dan tentu
saja akan dibalas Allah dengan balasan yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar