Senin, 27 Juli 2015

Jaahaduu Biamwalikum Wa-angfusikum


Kita Wajib Kaya

Pernah tahu 10 orang terkaya versi majalah Times? Yah, tentu saja semua orang tahu bahwa mereka yang tergolong manusia-manusia paling kaya di muka bumi ini adalah mayoritas berasal dari kalangan ummat Yahudi. Sebut saja Bill Gate atau Zukerberg. Mereka adalah dua orang kaya raya yang berasal dari kalangan Yahudi.

Kita??

Sayangnya dari 10 orang terkaya di dunia yang dinobatkan oleh majalah Times di atas, tak satupun dari mereka yang beragama Islam. Pertanyaannya, apakah semua orang Islam miskin? Tidak tentu saja. Banyak dari kalangan kami ummat Islam yang pergi haji tiap tahun, liburan keliling dunia bahkan shopping tas-tas dan pakaian mahal. Artinya, banyak orang Islam yang kaya, namun tingkat produktifitasnya boleh jadi tidak sehebat mereka yang Yahudi, sehingga tak mampu menjadi bisnis “adidaya” bagi dunia.

Miskin dan kaya memang sunatullah, artinya tidak mungkin tidak ada. Jika bumi ini masih berputar di atas porosnya maka akan ada orang miskin begitu juga orang kaya, sebagaimana adanya siang dan malam. Namun pernahkah kita berfikir, mengapa Allah mewajibkan zakat dan haji bagi yang mampu? Itu artinya, setiap muslim harus berusaha untuk bisa menyempurnakan ibadah-ibadah tersebut.

Kita harus berusaha menjadi orang kaya dengan cara yang halal, sekalipun pada akhirnya Allah mentakdirkan kita tetap sebagai orang yang miskin, itu tidak masalah asal kita sudah berusaha untuk menjadi orang yang kaya. Miskin atau kaya tak masalah jika sudah tawakal. Jika kita memang ditakdirkan jadi orang kaya, maka jadilah orang kaya yang bersyukur atas rezeki yang Allah berikan, tapi jika takdir kita menjadi orang miskin, maka jadilah orang miskin yang bersabar dengan segala ujiannya. 

Ali bin Abi Thalib mengatakan: Carilah harta seolah-olah kau akan hidup selamanya. 

Bukan berarti harus hubbud dunya (cinta dunia), namun harta yang kita cari adalah semata-mata ditujukan untuk kepentingan akhirat. Karena  pada kenyataannya, perjuangan dakwah Islampun membutuhkan pengorbanan yang tidak hanya jiwa, tapi jiwa dan harta, sebagaimana tercantum dalam firman Allah Qs (61) As-Shaf: 10-11

Yang Artinya:
                “Hai orang-orang yang beriman, Maukah kamu aku tunjukan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?”
                “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui”

Allah SWT menyebutkan harta dalam urutan pertama sebelum jiwa, artinya betapa pentingnya harta sebagai penyokong perjuangan dakwah, barulah kemudian jiwa sebagai unsur keduanya. Mengapa demikian? Perhatikan ilustrasi berikut!

Jika seseorang muslim yang taat memiliki panggilan sebuah kewajiban menuntut ilmu (pembinaan) di suatu lokasi yang jauh, muslim tersebut siap untuk berangkat namun karena tidak ada ongkos sehingga pembinaan tersebut menjadi tidak mungkin dilakukan, mungkin jika jarak dekat bisa jalan kaki, namun jika jarak luar kota atau provinsi bagaimana? Disitulah pentingnya harta sebagai factor penting penyokong sebuah perjuangan ibadah.

Banyak macam ibadah yang bisa kita lakukan manakala kita adalah orang kaya, kita bisa mengejar pembinaan kemanapun, kapanpun dan berapapun. Dengan kata lain, banyak ibadah yang tidak bisa kita lakukan manakala kita tidak kaya harta. 

Dengan harta kita bisa beramal shaleh lebih, biarlah kita dihisab dengan merangkak seperti Abdurrahman bin ‘Auf karena beratnya pertanggung jawaban dihadapan Allah. Asal ujungnya tetap masuk surga. Pernah mendengar kisah Abu Bakar yang menginfakan seluruh hartanya untuk perang? Nah itu contoh hebatnya, namun demikian untuk ummat Islam yang belum mampu beramal sehebat Abu Bakar, Allah memberikan tuntunan dalam surat Al-Furqan: 67

Artinya: “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakan harta mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, diantara keduanya secara wajar. (Al-Furqan: 67)

Dengan harta kita bisa berinfak, berzakat, berwakaf, haji, mengurus anak yatim, mengurus fakir miskin, menolong dan bermanfaat bagi orang lain. Mau jadi apa kita? Silahkan tinggal memilih, KAYA lagi BERSYUKUR? Atau MISKIN lagi BERSABAR?. Kalau saya sih pilih yang pertama, gak tau Mas Dani sama Mas Anang. Tenang saja, dua-duanya insyaallah masuk surga. #lihatkisahBilalbinRabbah

Oleh karena itu penting kiranya penulis berbagi mengenai tips untuk memenej keungan yang insyaallah syar’i.

Bagi anda yang bekerja atau berwirausaha dalam masalah ini sama saja, jika anda menerima uang bulanan, maka yang harus anda perhatikan adalah:

1.       Bayar dulu zakat atau infak penghasilannya, dengan demikian uang bulanan anda bersih dari hak-hak orang lain. Berapapun penghasilan anda, jika nisab maka berzakatlah, namun jika belum, belajarlan untuk berinfak atau bersedekah 2,5%nya, tak peduli haul atau nisab, karena ini infak bukan zakat.

2.      Rincilah kebutuhan bulanan anda, jangan sampai anda membeli barang diluar kebutuhan. Ingat, kebutuhan hidup itu ada batasnya, yang tidak ada batasnya adalah GAYA HIDUP.

3.       Bayarlah tagihan atau cicilan secepatnya (bukan berarti mendukung praktek ribawi), jangan sampai menunda-nunda, sebab khawatir terpakai oleh kebutuhan yang lain. Barang yang paling baik adalah barang yang dibeli dengan cara tunai, namun demikian kita tidak menutup mata bahwa sebagian kita belum mampu untuk membeli beberapa barang dengan cara tunai 

4.      Sisihkan minimal 10% untuk menabung, dan anggap INI PENGELUARAN, sehingga anda tidak bisa mengambilnya kembali (syukur-syukur kalau langsung di auto debet dari rekening anda), ingat! Pos ini hanya boleh dikeluarkan dalam kondisi-kondisi darurat yang ada hubungannya dengan nyawa (sakit) atau pendidikan yang akan menjamin kesuksesan anda di masa depan.

5.      Sisakan uang di dompet secukupnya untuk operasional sehari-hari, seperti untuk membeli bensin, jika ban motor atau mobil anda pecah, atau jika tak sengaja lewat cilok Mang Wely Pasteur, heeeheeehee #sayangkalodilewatingituaja.

6.      Jika anda memiliki targetan lain seperti ingin membeli laptop baru, kendaraan baru, menikah atau hendak membeli rumah. Maka menabunglah diluar tabungan yang 10% tadi, karena itu kebutuhan bukan urusan nyawa.

7.       Jangan boros, sering membeli baju atau sering makan di cafĂ© atau restoran tidak baik bagi kondisi dompet anda, lakukanlah sesekali jika memang itu ada sangkut pautnya dengan membangun solidaritas pertemanan. Namun jika tidak, makanlah apa yang sudah tersedia di rumah atau memasaklah sesuai selera, kalau bisa kita bekal nasi ke tempat kerja kita, why not! hal ini pasti akan jauh lebih murah. Untuk kaum hawa, maka belilah baju, sepatu atau tas dengan bijak.

8.      Usahakan membeli satu atau dua buku setiap bulan, untuk target kita membaca supaya wawasan dan pengetahuan kita juga ter-upgrade. Bukunya tidak usah yang mahal, buku-buku kecil namun terfahami dengan baik pasti jauh lebih baik daripada beli buku tebal tapi malas membacanya.

9.      Jika anda sudah memiliki anak dan  anak anda sudah bisa diajak bicara (usia TK atau SD) maka buatlah komitmen dan bicarakan dengan anak anda seminggu berapa uang jajannya, berikan jadwal kepada mereka untuk setiap pembelian buku atau mainan. Contoh: hanya boleh membeli mainan di setiap tgl 5, hanya boleh membeli buku di setiap tgl 10, dsb. Maka insyaallah anak anda akan terbiasa berkomitmen bahkan sampai mereka duduk di bangku SMP, SMA bahkan kuliah.

10.   Jangan sampai berhutang diluar cicilan, sekecil apapun. Sekalipun itu Rp. 500,- segeralah bayar jika anda punya utang, Ingat! Jangan sampai utang itu dibayar oleh ahli waris anda.

11.   Jangan lupa, KEBUTUHAN ITU ADA BATASNYA, yang tidak ada batasnya adalah GAYA HIDUP.

Demikianlah beberapa tips dari saya semoga ada manfaatnya, saya yakin kita semua mampu memenej keuangan kita, bahkan orang yang ceroboh sekalipun. Tips diatas mungkin tidak berlaku bagi Bill Gate dan Zukerberg, tapi insyaallah untuk teman-teman yang pas-pasan sangat berlaku. Yaa pas mau jalan ke Singapur ada, pas mau umroh ada,pas mau S2/S3 ada. Yaitulah pas-pasan.

Sebagai penutup, saya ingin sekali mengingatkan diri saya pribadi dan para pembaca firman Allah dalam Qs Al-Isra: 27

“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”

Karena boros berart berfikir pendek, hidup tanpa perencanaan dan yang paling buruk yaaa temannya setan.

Wallahu a’lam
Antapani. 26 Juli 2015 (Catatan disela libur hari minggu)



Minggu, 10 Mei 2015

You Are What You Eat



Pepatah tua Inggris mengatakan “You Are What You Eat” yang artinya kurang lebih, kamu adalah apa yang kamu makan. Mungkin pepatah ini terdengar sedikit lebay dan terlalu simple untuk dibahas. Namun bagi saya, kata-kata ini sangat tajam dan memiliki makna filososfis yang dalam.

Pepatah ini bagi saya bukan hanya kata-kata bijak untuk pola hidup sehat saja, mungkin segelintir orang hanya mentafsirkan pepatah ini dengan kondisi badan kita adalah apa yang kita konsumsi, sehat dan tidaknya kita adalah bergantung kepada apa yang kita konsumsi, dalam hal ini adalah makanan dan minuman. Tafsir ini tidak salah, hanya sayang, jika ditafsirkan terlalu sempit.

Bagi saya, pepatah ini bermakna dua sisi: pertama, yaitu menjaga asupan makanan dan minuman ke tubuh kita, tidak berlebihan dan tidak kekurangan, seperti cukup sayur, cukup buah, cukup cairan, cukup karbo dll. Bagi yang suka makanan manis, hendaknya tidak terlalu berlebihan mengkonsumsi makanan manis, begitu juga dengan mereka yang suka dengan makanan asin seperti saya. Jangan berlebihan!

Terlepas dari sahih atau dlaifnya hadits tentang berhentilah makan sebelum kenyang. Namun alasan medis begitu kuat bahwa Nabi Saw menyuruh kita membagi “space” lambung kita menjadi tiga bagian: Spertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara. Jika makanan yang kita konsumsi lebih dari sepertiga space lambung, maka akan melebihi kapasitas enzim pencerna, sehingga tidak akan mampu diserap dengan sempurna. Dan akan menyebabkan fermentasi, salah cerna dan menimbulkan gas.

Artinya, kesehatan kita akan sangat bergantung dengan apapun yang kita konsumsi. Jika kita merasa yang kita konsumsi kurang baik tapi tidak terjadi dampak apapun pada tubuh kita, hal ini mungkin saja berdampak pada efek jangka panjang tubuh kita. Ketika masih muda merasa kuat dan seperti tak terjadi apa-apa, namun saat usia mengingjak 40 tahun, semuanya mulai terasa sakit. Naudzubillah.

Sebagai muslim, tentu saja kita ingin dikaruniai Allah usia yang berkah, sehat dan kuat. Sehingga tidak ada satu macam ibadahpun yang kita lewatkan karena kita mampu melaksanakan seluruhnya. Itulah alasan Allah lebih mencintai muslim yang kuat (sehat) daripada yang lemah (sakit-sakitan).

Ketika jatuh sakitpun ada dua kemungkinan, apakah penyakit yang kita derita adalah murni pemberian ujian dari Allah, atau justru malah buah dari keteledoran kita dalam mengkonsumsi segala jenis makanan tanpa memperhitungkan kondisi tubuh. Jika penyakit yang kita derita adalah murni ujian dari Allah, maka apapun keputusan Allah itulah yang terbaik, namun jika penyakit yang kita derita adalah karena buah dari keteledoran, maka mulailah untuk memerbaiki pola hidup anda, supaya penyakit itu jauh dari kehidupan anda.

Makna kedua pepatah you are what you eat untuk saya adalah makna pesan moral dari pepatah tersebut. Tindakan dan perkataan yang keluar dari segenap tubuh kita, itulah kita sebenernya. Masih bingung? Oke, saya jelaskan lagi.

Apakah anda sering melihat orang yang senang berganti status setiap jam, meng-ekspos apa yang dia rasakan dan dia alami setiap detik. Mending kalau yang di-updatenya kata-kata motivasi atau quotes yang berguna, tapi kalau yang di update status adalah masalah pribadinya kan mulai berabe tuh.

Salah seorang kenalan saya ceritanya senang sekali meng-update kesuksesannya, dari mulai dia masuk S2 sampai dia lulus dan bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Mungkin motifnya baik yah, untuk membagi kabar bahagia, namun tak disangka ternyata kos-kosannya kemalingan akibat update foto dia lagi makan di sebuah restoran mewah di Kota Bandung. Orang jadi tahu kali ya, kalo dia emang banyak duit dan tajir maha daya.

Kasus lain adalah berasal dari kisah seorang klien di Psikolog sekolah saya, dia bercerita bahwa ada kliennya yang dirampok kemudiann diperkosa gara-gara membuat status “home alone nih” di facebook. Mungkin jika temannya yang baik membaca status seperti itu tidak jadi masalah, tapi kalau ternyata yang membaca ststus tersebut adalah temannya yang punya niat jahat, hayoo gimana…?

Kisah-kisah di atas semoga bisa dijadikan hikmah yaa buat kita, status itu adalah perkataan kita loh teman, jadi jika kita senang mengeluh, bersumpah-serapah, meng-ekspos prestasi kita sendiri di media social (ria) itulah cerminan jiwa kita, jauh dari kebergantungan kepada Allah. Dimana letak penghambaan kita terhadap Allah, dimana Rasulnya selalu mencontohkan untuk bersikap, tawadlu dan hanya berkeluh kesah pada Allah saja.

Saya teringat nasihat A Agym yang bunyinya: “Mulutmu itu seperti teko, jika isinya air putih, maka ketika dituangkan akan keluar air putih. Dan jika isinya air kopi, maka yang dituangkan adalah air kopi”. Begitu juga dengan mulut kita, jika hati dan fikiran kita isinya baik, maka yang keluarpun adalah kata-kata dan tindakan baik, namun jika isi hati dan fikirannya buruk, maka kata-kata yang dikeluarkannyapun jauh dari nilai-nilai ketwadluan.

Rasulullah bersabda: “Jika kita bersedekah dengan tangan kanan, maka tangan kiri jangan sampai tahu”

Dari hadits di atas jelaslah, bahwa jika kita melakukan kebaikan harus disembunyikan, jangan dikatakan pada siapapun apalagi sampai diekspos di media social yang berpeluang dibaca oleh ribuan pasang mata. Terlebih lagi jika ada masalah, ada seorang istri yang menjelek-jelekan suaminya di media social. Astagfirullah.. dia menyebarkan aib suaminya kepada teman-teman media sosialnya. Rasa lega datang ketika ada yang me-like atau mengomentari dengan penuh rasa iba kepadanya, namun apakah dia sadar jika Allah tidak ingin menutupi aib seseorang yang suka menyebarkan aib orang lain.

Pergunakanlah media social dengan bijak, media social adalah alat untuk hidup bersosial, bukan untuk menjadikan kita anti social, berkeluh kesah, bersumpah serapah, meng-ekspos kesuksesan pribadi (ria) apalagi sampai menyebarkan aib orang.

Untuk itu, mari kita jaga perbuatan dan perkataan kita dengan terus menerus mengkaji ilmu Allah, mempraktekannya dan membagikannya. Jangan sampai ilmu itu hanya menjadi “koleksi otak” saja. Jadi You are what you eat adalah Apa yang kita katakan dan lakukan adalah apa yang kita fahami. Semua yang kita konsumsi harus halalan tayyiban, baik konsumsi yang masuk ke perut apalagi konsumsi yang masuk ke pikiran kita. Sehingga berbuah menjadi kata dan aksi positif.

Dunia maya atau dunia nyata, kita tetaplah kita, yang suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban atas umur kita.

“Rabbanaa dzalamnaa angfusanaa wainlam tagfirlanaa watarhamnaa lankuunanna minal khaasiriin”

Antapani. 10 Mei 2015



Selasa, 28 April 2015

Metamorfosa



                Aku adalah seorang yang memiliki banyak karakter buruk, dulu mungkin karakter buruk itu hanya bibit, namun semua menjadi tumbuh subur seiring dengan budaya jahiliyah disekitarku yang membiarkannya berkembang biak dan beranak pinak.

                Sifat paling buruk yang melekat dalam tubuh penuh dosa ini adalah sombong, merasa hebat, merasa mandiri, dan cepat berburuk sangka kepada orang lain, hal itulah yang menjadikanku sulit untuk mendapat teman. Dan lebih parahnya, aku nyaman dengan ketidak hadiran teman dalam hidupku, tidak ada masalah bagiku jika tidak ada orang yang menemaniku, daripada banyak teman malah tambah banyak membuat dosa. Begitu alibiku.

                Aku dulu senang dengan sesuatu yang membuatku sibuk sendiri, seperti memasak, menulis, beres-beres dan mendesain di corel. Aku senang dengan semua hal itu. Aku tidak ada masalah dengan orang-orang, tapi orang-oranglah yang punya masalah denganku.

                Semasa SMA-ku dulu, aku tidak memiliki begitu banyak sahabat, mungkin mereka malas berteman denganku karena aku yang terlalu perfeksionis, dan sekali lagi. AKU TIDAK PEDULI. Apalagi saat itu prestasi akdemiku melejit bahkan sampai rangking satu di sekolah.

                Begitu aku menginjak bangku kuliah, budaya itu masih saja melekat dihidupku. Banyak orang yang tidak menyukaiku, semakin banyak dan semakin banyak. Teman sekelas, teman kosan, bahkan sampai kakak tingkat, mereka semua membenciku.

                Suatu ketika aku pernah memiliki teman sekosan yang sangat jorok, Dia menaruh handuk bekas pakai di mana saja, menyimpan gayung di lantai kamar mandi, menumpuk cucian, malas cuci piring, dsb. Sementara aku adalah orang yang harus serba perfect. Tak jarang kami sering bentrok, dari mulai beradu mulut sampai perang dinginpun pernah kami rasakan, hingga akhirnya kuliah kami lulus dan kami terpisah. Namun, Allah Yang Maha Pengampun menyadarkanku, betapa buruk sifatku. Tuhan, aku lelah dengan sifatku.

                Bertahun-tahun belajar Islam, mungkin hanya sampai di otak dan mulutku, tak pernah sampai ke hatiku apalagi sampai seluruh organ tubuhku untuk dilaksanakan. Ilmu agama yang se-abreg hanyalah koleksi otak semata.

                Perlahan, akupun mulai sering berdoa kepada Allah dalam sujudku, suapaya Allah Ar-Rahiim menganugrahkan aku akhlak yang baik dan lemah lembut, memiliki banyak teman dan senang bersosial. Sesekali aku bentrok dengan teman, sesekali akupun mampu menahan amarah dan mengalah.

                Aku terus-menerus berdoa kepada Allah SWT, agara Dia memberiku akhlak seindah akhlak Rasulullah. Yang senantiasa mampu menyunggingkan senyumnya dalam situasi sesulit apapun. Perlahan tapi pasti, doa itu sedikit demi sedikit terwujud.

                Akupun mulai memahami konsep ikhlas dalam berteman. Ikhlas yang aku fahami bukan hanya sekedar rela. Namun lebih dari itu, ikhlas yang kufahami adalah mampu menerima kelebihan dan kekurangan teman kita dalam keadaan senang maupun terpaksa.

                Suatu hari aku pernah kembali di anugrahi Allah teman yang tidak begitu bisa dalam memelihara kebersihan. Namun apa yang terjadi? Tidak ada lagi bentrokan, aku tidak lagi mengambil pusing kondisi. Aku akan membersihkannya jika aku mau, dan jika aku tidak mau maka aku diam saja, tidak ada perang mulut, apalagi perang dingin.

                Semakin bertambah usia, aku semakin memahami bahwa fungsi senyum itu sangat penting, aku pun mulai terbuka dengan teman-teman baruku, mereka nyaman denganku dan akupun nyaman bersama mereka.

Sahabat..

Terimalah kekurangan teman kita dengan penuh rasa keimanan, jika kita mampu untuk merubah sifat jelek teman kita, maka rubahlah dengan cara yang makruf, lengkapi kekurangannya dengan kelebihan yang ada pada kita. Namun jika tidak, janganlah kita menggerutu dengan kekurangannya, apalagi menjauhinya. Karena semua itu dari Allah. Daripada kita terus-menerus menggerutu dengan sifat buruknya, maka focus pada keburukan sendiri itu akan seribu kali lebih baik.

Bertoleransi dengan kekurangan orang lain adalah kunci persahabatan, berkata dan berbuat halus merupakan sikap yang tak hanya disenangi oleh manusia, namun juga Allah. Senyum yang tersirat dibibirmu akan menjadi magnet persaudaraan.

Dengan berbekal pemahaman ini, akupun bisa akrab dengan semua orang. Dari mulai sahabat sekantor sampai tukang batagor depan SD sebelahpun, aku ajak ngobrol dan berkenalan. Kurasa hidupku lebih bermakna dan bersahaja. Aku bisa menghargai kelebihan dan kekurangan orang lain dalam waktu 7 tahun. Waktu yang tidak singkat, namun cukup untuk memahamkan orang bodoh sepertiku mengetahui kulit dari apa yang disebut ikhlas.

Sungguh cantik cara Allah menyadarkanku dan memberiku ilmu tentang toleransi (tafahum) dalam berteman dengan sesame muslim dan seluruh manusia di bumi ini. Sungguh, kalaupun aku terlahir sebagai orang kaya raya, secerdas Zukerberg dan secantik Ann Hathway. Tidak ada sedikitpun kewenangan untuk bersikap angkuh dan merasa lebih baik dari orang lain.

“Rabbanaa dzalamnaa angfusanaa, wainlam tagfirlanaa, watarhamnaa, lanakuunanna, minal khaasiriin”

Maha Suci Allah dari Apa Yang aku sekutukan.
Berfikir melangit dan berakhlaklah membumi.
Metamorfosa hidup..
Maaf jika aku belum bisa menjadi orang baik.

Sudut kosan
Antapani, 29 April 2015