Selasa, 31 Januari 2017

Using Social Media Wisely



Berawal dari peristiwa 212, demo jutaan kaum muslimin menuntut diadilinya gubernur non-aktif Basuki Cahaya Purnama alias Ahok, aksi damai raksasa itu berawal dari sebuah potongan video yang diunggah Buniyani, video pendek itu berisi komentar Ahok atas surah Al-Maidah ayat 51. 

Tidak ada yang salah dengan aksi 212, toh aksi tersebut juga merupakan wujud akumulasi kekesalan ummat Islam atas perbuatan dan perkataan Ahok yang lagi dan lagi nyerempet masalah agama. Malah dalam aksi tersebut kita bisa menyaksikan betapa ummat Islam Indonesia itu bisa kompak, tertib dan mampu menampakan diri sebagai kaum mayoritas yang tak mau keyakinannya dihina atau diintervensi oleh kaum lain. Alhamdulillah, sebagai orang  Islam Indonesia saya merasa bangga dan haru melihat ukhuwah islamiyah kita yang begitu santun walalupun masih berada dalam system demokrasi.

Namun menilik dari sisi sabab-musababnya aksi ini pecah, justru sejenak setelah video pendek yang diunggah tersebut, qadarAllah. Tuntutan ummat Islam Indonesia semakin menguat hingga akhirnya KAPOLRI mentetapkan sang taipan sebagai tersangka, dengan status tersangkanya, Ahok masih juga aktif berkampanye, menyuarakan gagasan-gagasan dan ide pembaharuannya kelak jika dia terpilih menjadi gubernur di putaran selanjutnya. 

Selang beberapa waktu, sang ulama Habib Riziqpun digugat dengan tuduhan penistaan terhadap Pancasila, sedih rasanya melihat sang ulama pemberani itu ditetapkan menjadi tersangka. Hati ini menangis dan hampir mempertanyakan apa yang terjadi, apa maksud Allah atas semua ini? Mengapa semua orang jadi dengan mudahnya saling menuduh dan melaporkan, semua hal-hal negative begitu mudahnya diekspos terutama di social media.

Sejenak hati ini teringat firman Allah, Surah Al-Hujurat ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa kabar berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”  (Al Hujurat: 6)

Hidup di zaman sekarang ini memang harus penuh kehati-hatian, anugrah Allah yang bernama teknologi memang sudah menjelma menjadi gaya hidup masyarakat modern, bahkan manusia masa kini lebih memilih tidak makan daripada tidak ada paket kuota internet. Begitu pentingnya akses internet dalam kehidupan manusia saat ini. Mudahnya akses informasi membuat kita jadi semakin cerdas dan mau menghabiskan waktu berjam-jam di depan gadget atau laptop. Semua itu dilakukan demi mengetahui informasi dan mengetahui apa yang sedang ramai terjadi di dunia luar sana. Hingga para pengakses ini menamai diri mereka sendiri sebagai netizen.

Dengan hadirnya social media, semua orang bisa menjadi wartawan tanpa harus kuliah di jurusan jurnalistik bertahun-tahun, semua orang bisa menjadi fotografer tanpa harus kuliah atau mengikuti pelatihan semacamnya, bahkan semua orang bisa menjadi komentator dan saling menghina di social media. Sejatinya, seorang dokter yang memiliki kewenangan untuk mengoprasi atau mendiagnosa penyakit pasiennya adalah orang yang sudah mengikuti kuliah bertahu-tahun di bidang kedokteran, kemudian wajar jika pendidikannya telah rampung, sang dokter mendiagnosa penyakit dan kita percaya atas diagnosanya hingga akhirnya sang dokter memberikan resep sebagai obat yang mudah-mudahan dengan kehendak Allah bisa menyembuhkan sang pasien.

Namun yang terjadi saat ini, orang dengan mudahnya berbagi informasi atau meng-update status tanpa menimbang dampak yang akan terjadi, selain itu diluar sana dengan mudahnya para netizen yang reaktif berkomentar, men-judge, mencela, mempermainkan, bahkan ‘membunuh’ karakter orang lain. Tidak semua netizen juga reaktif, malah banyak saya temukan beberapa orang dengan berkomentar secara bijak dan berimbang. Namun yang ingin saya soroti saat ini adalah mengapa manusia bisa begitu mudahnya terpancing oleh kabar yang belum tentu itu benar. Sampai muncul istilah haters, sungguh istilah ini adalah istilah yang tak pantas disematkan kepada seorang muslim. Sebagai pribadi yang santun, pemaaf dan rahmatan lil ‘aalamiin.

Berikut ini saya buat beberapa tips menggunakan social media dengan bijak, jika ada manfaatnya silahkan netizen ambil, namun jika tidak silahkan tinggalkan saja, InsyaAllah tidak akan merugikan hidup siapapun.

1. Statusmu Harimaumu
Teringat peristiwa beberapa hari lalu, seorang artis yang diberhentikan kontraknya gara-gara statusnya di instagram yang dinilai menghina dan melecehkan pihak tertentu. Dari kejadian ini, kita bisa mengambil pelajaran, hendaknya kita menimbang dan memikirkan informasi atau status apa yang hendak kita post ke social media, apakah bersifat informatif, hiburan positif (bukan konten pornografi) atau motivasi. Diluar itu semua, maka konten bisa dipastikan hanya sekedar pamer, menunjukan eksistensi diri, sumpah serapah atau keluhan. Jadi, berkaca dari semua kejadian itu, hendaknya kita lebih berhati-hati dalam berucap di kehidupan nyata maupun kehidupan maya.

2. Berfikir sebelum berkomentar
Sebagai makhluk modern, kita selalu terus-menerus mengakses internet dengan berbagai macam kepentingan, oleh sebab itu, jika menemukan informasi atau kabar di internet, hendaknya kita tidak langsung, serta-merta melayangkan komentar tanpa memahami apa dan bagaimana kabar itu bisa terjadi, hindari komentar berupa menjustifikasi orang, menghina, merendahkan, mempermainkan atau mem-post icon-icon atau gambar yang tak pantas. Tidak hanya di dunia nyata kita harus mengklarifikasi namun begitu juga di dunia maya. Dalam surah Al-Hujurat ayat 6 Allah menegaskan bahwa: 

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa kabar berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu  (Al Hujurat: 6)

Sebagai orang beriman, hendaknya kita tidak bersikap reaktif, gampang tersulut emosi atau bahkan mudah marah. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan hidup mulianya mencontohkan kepada kita, ketika kabar istrinya Aisyah pergi berdua bersama Shofwan terdengar, segelintir orang-orang musyrik memanfaatkan situasi ini untuk memprovokasi Rasulullah, ketika kabar itu sampai kepadanya, beliau merasa cemburu dan marah, tentu saja itu tindakan dan sikap manusiawi, namun apa yang beliau lakukan? Apakah beliau memukul istrinya? Menghina? Atau mengusir? Men-judge? Itu tidak beliau lakukan, beliau hanya mendiamkan Aisyah r.a., hingga datang wahyu dari Allah yang menyatakan bahwa khabar itu hanya fitnah dan Aisyah tidak berbuat selingkuh. Maka Rasulullahpun kembali menerima Aisyah sebagaimana sebelumnya beliau perlakukan.

Dari kisah di atas, hendaknya bisa kita teladani, bahkan ketika ada informasi yang merugikan diri kita sekalipun, hendaknya kita tidak bertindak gegabah dan tidak dengan mudah terpancing emosi. Berfikir jernih dengan kepala dingin tentu saja hasilnya akan lebih maslahat dari pada komentar dengan nada rasis, reaktif atau provokatif. 

3. Buku adalah gudangnya ilmu, membaca kuncinya
Membaca sebuah buku dengan judul “Menguak Rahasia Cara Belajar Orang Yahudi” karya Ustadz Abdul Waid, penulis menyatakan bahwa konon orang Yahudi yang mayoritas penemu teknologi itu, tidak pernah menanamkan kepada anak-anak mereka untuk belajar melalui pc atau gadget, itulah sebabnya sekolah-sekolah dan perpustakaan di Israel selalu penuh dan ramai pengunjung, karena siswa dan masyarakat umum lebih memilih belajar melalui buku dari pada mencari sumber informasi dari internet, semua informasi yang dihasilkan dari buku lebih valid, akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan.

Penulis menambahkan, dengan menggali informasi atau bacaan lewat buku, siswa di Israel cenderung bisa membentuk pola pikiran dari apa yang di baca, jadi siswa di Israel mampu menyerap informasi secara terstruktur sehingga daya ingat mereka tajam dan tahan lama. 

Dari pemaparan penulis Ustaz Abdul Waid di atas, kita bisa memanifestasikan gaya belajar orang Yahudi yang mengurangi akses informasi lewat gadget atau pc computer, selain menimbulkan radiasi membaca lewat handphone atau computer juga tidak membuat kita mampu membentuk mind map, namun semua itu bisa dilakukan jika kita membaca buku. Percayalah, jika orang-orang Yahudi itu bisa cerdas bahkan banyak yang jadi penemu, bukan karena mereka adalah makhluk yang diunggulkan Tuhan di muka bumi ini, tapi karena mereka memiliki pola hidup dan pola belajar yang baik sehingga generasinya tumbuh menjadi para ilmuwan dan memiliki pengaruh di dunia ini, bahkan mereka sendiri yang menciptakan social media. Tidak bermaksud mengunggulkan, hanya memotivasi diri sendiri dan anda semua, bahwa kita juga bisa se-cerdas mereka.

Dengan demikian, perbanyak baca buku, kurangi menggali informasi dari gadget jika tidak terlalu penting. Jika penting ya gunakan saja! Jangan kaku juga.

4. Punya sosmed? Ya harus…
Sebagai anak muda masa kini, tentu saja kita harus mampu mengimbangi era teknologi dan derasnya arus informasi, saya menyarankan anda untuk mengurangi penggunaan gadget, bukan berarti saya melarang anda untuk memiliki facebook, twitter, instagram, whatsapp, line dkk lah yaa, beberapa atau mungkin semua itu boleh anda miliki, mungkin ada di antara teman SD kita dulu, SMP, atau SMA yang ingin bersilaturahim dengan kita namun terkendala di jarak dan waktu, tentu saja, social media adalah media yang pas untuk bersilaturahim secara efektif dan efisien.

Namun syaratnya, kita hanya boleh mengunggah gambar-gambar atau status yang akan menimbulkan manfaat bagi pembacanya, misalkan kata-kata motivasi, gambar-gambar inspiratif, meme atau gambar dengan konten bertujuan hiburan positif dalam artian bukan gambar porno. Tentu saja hal itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan.

Jika sebagian orang bisa merusak kaum muslimin dengan status-status, gambar atau video yang kontennya merusak, maka kita juga harus buat media yang serupa untuk memerangi hal itu dengan status-status atau gambar yang berkonten positif dengan tujuan agar membangun karakter anak muda sebagai penerus pemimpin ummat Islam di masa yang akan datang.

5. satu teman di dunia nyata lebih berharga daripada seribu teman di dunia nyata
“Dari Abi Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa ingin diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia sambungkan silaturahim” (HR. Bukhari)

Hadits di atas mensunnahkan kita untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita, jika kita ingin diluaskan rizki dan dipanjangkan usia, maka jagalah hubungan baik dengan keluarga, tetangga, rekan kerja, sahabat, menjaga hubungan baik itu memang susah-susah gampang, gampang yaa karena baik atau buruknya seorang manusia yang bisa dinilai dari perkataannya, menjaga hubungan baik bisa dengan menjaga perkataan, senantiasa menjaga ucapan dan perbuatan serta mengingat mereka dengan memberikan makanan atau souvenir jika kita selesai bepergian (hanya contoh saja).

Keluarga, teman atau orang-orang yang ada di sekitar kita, merekalah orang-orang yang pertama kali akan mengetahui kondisi kita manakala kita berada dalam kesulitan, mereka juga yang akan menghantarkan jeazah kita manakala kita meninggal kelak, sebab itu jagalah hubungan baik kita dengan mereka. Dengan begitu semua kebaikan itu akan kembali pada kita. Ingat! Semua kebaikan itu akan kembali pada pelakunya. InsyaAllah.

Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 7:
“Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, …” (Al-Isra: 7)

Wallahu a’lam.
Demikian beberapa tips menggunakan social media dengan bijak, semoga ada manfaatnya dan bernilai amal saleh untuk penulisnya. Aammiin.



Minggu, 22 Januari 2017

Berlibur ke 'rumah' nenek



Saat duduk di bangku sekolah dasar dulu, setiap kali ibu guru memintaku membuat karangan bahasa Indonesia pasca libur panjang, pasti dengan sigap dan penuh keyakinan aku langsung menuliskan sebuah judul yang sudah otomatis melekat di otaku, apalagi kalau bukan “berlibur ke rumah nenek”. Awalnya, aku kira hanya aku yang membuat karangan dengan judul seperti itu, tapi ternyata setelah aku tanya teman-teman sekelasku, mereka juga membuat karangan dengan judul yang sama. 

Hingga aku tumbuh dewasa seperti sekarang ini, bahkan aku juga adalah seorang guru, ternyata semua anak sekolah dasar sama saja, siswa sd di kampung dan di kota ternyata menulis karangan yang sama. Hanya satu dua siswa yang menulis karangan dengan judul atau tema berbeda, mayoritasnya ya sama saja.

Aku memang bukan guru bahasa Indonesia, tapi aku menaruh perhatian yang cukup besar pada dunia literasi dan menulis.

Yap, kembali ke topik. Berlibur ke ‘rumah’ nenek. (cieeee yang abis berlibur ke rumah nenek).  

Well, aku emang udah gak punya nenek sih, nenek dari pihak ayahku, beliau sudah meninggal 40 tahun yang lalu, bahkan sebelum beliau melihat cucunya yang cerdas dan menggemaskan ini, hee.. sedangkan nenek dari pihak ibuku, beliau sudah meninggal 13 tahun yang lalu, saat aku duduk di bangku SMP (buset, tua banget yah gw) wkwkwkwkwkw. Biarin. Kan kata Sandra dewi juga, tua itu pasti, bugar itu pilihan. Lha gw?? Tua iyah, bugar kagak. Wkwkwkwkw, huwadezig. Udah ah, bukannya do’ain almarhum-almarhumah kakek-nenek, eeeehhh malah becanda. Ok, ok, ok, ok. Gw insaf. Serius nih, asli gw serius.

Do’a dulu ya kakak..

“Allaahummagfirahum warhamhum wa-‘aafihii wa’fu anhum wa-akrim nuzulahum wa wassi’madkhalahum” Aaamiiinn.

Yap. Akhir desember 2016 kemarin, akhirnya saya memutuskan untuk mudik saja ke kampuang halaman tercinta, nun jauh di mato yang bernama Rongga, Cililin, Bandung Barat. Jarak tempuh 3 jam dengan menggunakan motor dari kota Bandung dengan kecepatan rata-rata 50-60 km/jam. Keputusan mudik itu saya ambil mengingat sudah pusingnya saya dengan aktivitas kerja dan hiruk-pikuk perkotaan, panas dan macet sudah tak sanggup lagi saya rasakan di tanggal 30 Desember waktu itu. 

Pagi buta, tepat pukul 06.00 Waktu Indonesia Bandung, kuda besi itupun aku pacu, dengan membawa perlengkapan mudik secukupnya dan sedikit oleh-oleh untuk orang tua tercinta. Alhamdulillah sampai rumah dengan selamat tepat pukul 10 (karena gw berenti dulu di tukang seblak) heee.

Sampai rumah, semuanya normal, tak ada yang aneh, ibu dan bapakku menyambut, tersenyum ramah seperti biasa, begitu juga dengan keponakan-keponakanku, 7 kurcaci yang membongkar barang bawaanku dengan brutal dan penuh persaingan.

Malam tahun baru di rumah, hmmmmmm, dingin, sepi dan damai, seperti yang sudah aku prediksikan. Tidur lelap dan bangun di subuh hari. Ibu dan bapakku menjalankan rutinitas paginya, setelah mereka bangun di sepertiga malam, shalat subuh (bapak ke masjid), mengaji dan langsung menyalakan radio tepat pukul lima pagi, Ust. Shaimun di  radio RRI Bandung sudah menjadi ustad pilihan bapak-ibuku sejak 12 tahun terakhir. Mereka berdua dengan khusu mendengarkan cermaha ustadz, ibu sambil masak nasi dan bapakku sambil duduk manis di depan tungku legendaris yang telah sangat berjasa membesarkan kami dengan masakan-masakannya.

Saat itulah, seketika bapaku melayangkan pandangannya ke arahku dan mengatakan. Hari ini bapak mau memindahkan maqam (kuburan) nenekmu, kalau kamu mau ikut, hayu siap-siap, bapak sudah bayar orang untuk gali maqamnya, karena maqam nenekmu itu posisinya ada di pemakaman sebelah bawah, dulu aman, tapi sekarang jalan semakin melebar, jadi kita harus memindahkannya. Akupun mengaanggunk dengan penuh antusias, se-umur hidup aku tak pernah punya pengalaman memindahkan kuburan, apalagi ini nenekku, nenek yang belum pernah ku temui.

Bapakku menjelaskan, bahwa maqam ibunya itu sudah 40 tahun, kemungkinan maqamnya juga sudah tidak ada apa-apa lagi, tapi bapak persiapan saja, bapak bawa kain kafan 1 meter, hawatir masih ada tulang-tulang yang harus dipindahkan. Akupun mengangguk tanda setuju.

Dari belakang, ku ikuti langkah kaki bapakku dengan seksama, tak lupa 5 kurcacipun ingin turut serta menjadi saksi sejarah pemindahan maqam ini, awalnya khawatir sih bawa mereka, tapi apa boleh buat, daripada nangis dan riweuh, yowis- bawa saja!   

Sampai di pemakaman, ternyata tukang gali kubur sudah selesai menggali kubur nenekku, dan hasilnya mencengangkan. Tulang belulang neneku masih utuh dari ujung kaki sampai kepala, bahkan kain kafannya tidak rusak sama sekali, hanya kotor karena tanah saja, artinya panjang tubuh dan bentuknya masih sama. Akhirnya bapakku memutuskan untuk kembali ke rumah lagi dan membawa kain kafan ekstra, karena yang 1 meter tentu saja tidak akan cukup. 

Saat itu aku  melihat pusara nenekku untuk pertama dan mungkin terakhir kalinya, aku tertegun dan bertanya-tanya dalam hati. Wahai nenekku tersayang, amalan apa yang membuatmu mendapat nikmat kubur seperti ini? Tolong ceritakan padaku, agar aku semakin taat kepada Allah. Sambil aku bersihkan batu nisannya, aku cabut rerumputan yang tumbuh di sekitar batu nisan itu. Dalam hati aku bergumam, terimakasih Allah kau telah menunjukan pemandangan indah ini kehadapan mataku, terimakasih bapak, kau telah mengajakku ke tempat yang paling anti mainstream di datangi manusia di tahun baru. Aku sangat bersyukur dan terharu melihat semua itu. 

Sejenak lamunanku terpecah saat bapakku datang, tergopoh-gopoh membawa kresek hitam yang berisi 2 meter kain kafan. Kamipun langusng membentangkannya dan mengangkat jasad almarhumah neneku dengan sangat hati-hati dan kamipun letakkan di atas kain kafan yang baru, kemudian setelah diikat dikedua sisi, jasad nenekupun dipindahkan ke pusaranya yang baru, dan dikebumikan lagi.

Prsoses pemakaman selesai, akupun terus tenggelam dalam bayangan seperti apakah gerangan siksa atau nikmat kubur, termasuk yang manakah aku kelak. Tapi salah satu dari lima kurcacipun ada yang menangis, dan tafakurkupun berakhir saat itu. Kamipun berjalan beriringan menuju rumah. Sampai di rumah, kuceritakan semuanya pada ibuku tanpa terkecuali, semua pengalaman itu sungguh luar biasa.

Yah, hari itu adalah liburan yang paling luar biasa, liburan yang tidak hanya me-refresh jasad karena mendapat udara segar di kampung halaman, tapi juga me-refresh ruhiyah sebagai jiwa yang satu saat akan diambil oleh pemiliknya. Jika orang lain sibuk dengan resolusi di awal tahun baru, maka sejatinya resolusi yang peling futuristik dari semua resolusi adalah khusnul khatimah.

Sebuah resolusi yang mungkin tak pernah terlintas di benak setiap para pembuat resolusi di tanggal 1 januari. Akhirnya aku menyadari, bahwa jika aku terus menua, semua itu buatku tak masalah, aku tak takut tua, aku hanya takut, masa mudaku, usiaku dihabiskan untuk hal tak berguna. 

Well, guys.. itu cerita gw berlibur ke ‘rumah’ nenek. All I can say, this is my best spiritual journey ever. 

Wallahu a’lam.
Bandung, 22 Januari 2017.