Sabtu, 30 Maret 2013


Secularism..      

  Islam, sebagai agama terbesar didunia dimana Indonesia merupakan salah satu Negara yang berpenduduk Muslim terbesar didunia. Konon kabarnya Ummat Islam yang besar ini sedang dijajah, wah, ko bias ! sama siapa ? Yap, meskipun secara kwantitas ummat ini berada diurutan pertama, akan tetapi masih menjadi sasaran empuk sekelompok orang. Emangnya apanya sih yang dijajah? Ya, sebagian besar ummat Islam terutama yang masih tergolong remaja sepeti saya heheheh,, belum menyadari adanya penjajahan ini. Hal ini terjadi karena berbagai factor, ada yang ga ngeuh sama keadaan, ada yang merasa sudah cukup dengan kondisi ummat Islam yang ada, atau ada juga yang ga peduli sama hal ini.

            Secara sekilas, sepertinya tidak ada penjajahan dalam tubuh Ummat Islam, toh kita masih bisa dengan leluasa melaksanakan sholat, shaum, zakat, haji dll. Yap bener banget, secara ritual, kita emang merdeka dan bebas untuk melaksanakan ibadah ritual tersebut. Kita bebas mau ngaji di masjid manapun, mau umroh kapanpun, atau mau saum sunnah apapun, mau sehari tilawah berapa juz-pun, juga silahkan tidak ada yang melarang, tidak ada penjajahan dalam hal ini. Terus, apanya dong yang di jajah ??? beneran mau tahu…!!!! Temen-temen pernah belajar PKN atau kewarganegraan kan ! yahh, sekalipun nilainya jeblok ngaku aja ga papa, ga akan ditanyain ko, waktu kelas VIII SMP dulu, kita pernah belajar tentang sector-sektor Negara yang merupakan komponen sekaligus kunci keberhasilan suatu system pemerintahan.  Sector-sektor itu adalah IPOLEKSOSBUD HANKAM, masih inget kan. Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan.

            Halo..halo..masih konek kan !

            Dalam ilmu usul fiqih, klasifikasi Ibadah  dikategorikan menjadi 2 yakni ibadah mahdloh (ibadah langsung) dan ibadah tidak langsung (ghoir mahdloh). Ibadah langsung, dalam hal ini merupakan ibadah yang dalam pelaksanaanya kita langsung berurusan dengan Allah, dalam melaksanakan ibadah ini, tidak diperlukan campurtangan manusia lain secara langsung, walaupun hakikatnya juga tidak bisa sendiri. Contohnya, sholat fardu sholat wajib yang boleh dilakukan seorang diri, akan tetapi hakikatnya tetap saja membutuhkan peran orang lain, seperti adzan yang kita dengarkan merupakan suara orang lain, yang menghitung waktu sholatnya pun orang lain, jadi secara hakikat sebenarnya tidak ada ibadah yang bisa dilkukan secara personal (fardliyah).

            Jenis ibadah  kedua, adalah ibadah ghoir mahdloh, dimana dalam pelaksanaan ibadah ini, kita tidak bisa sendirian baik secara hakikat maupun pelaksanaanya, secara bahasa ghoir mahdloh berarti ibadah tidak langsung, artinya ibadah jenis ini merupakan ibadah yang dalam pelaksanaannya diperlukan peran orang lain, ibadah ini akan berpengaruh manakala banyak orang yang melaksanakan, Nah dalam hal ini contohnya IPOLEKSOSBUD HANKAM itu pemirsa, hehehe. Contohnya ekonomi, ekonomi Islam misalnya, tidak akan berdampak sama sekali manakala hanya seorang saja yang melaksanakan, butuh kekompakan dari banyak pihak supaya bisa menjelma menjadi sebuah system yang akan dita’ati oleh semua orang.

            Yap, sekarang udah kebayang kan, apanya yang dijajah ! Jadi ummat ini yang dijajahnya adalah sector-sektor kunci kehidupan manusia, mulai dari sub system ekonomi, politik, budaya de el el.. coba deh temen-temen perhatikan bagaiman negeri ini dieksploitasi dari mulai potensi alam, hingga manusianya sendiri, dan parahnya kita tidak merasa dijajah, kita merasa nyaman dan aman dengan kondisi ini,,
Wallahua’lam..

Negosiasi Dalam Islam


Bandung sebagai kota yang kaya akan kreatifitas, tentu menyuguhkan  berbagai macam jenis fashion, kuliner, souvenir sampai potensi alam yang tak kalah menarik-pun menjadi magnet tersendiri yang mampu menyedot touris domestik mauapun mancanegara, sehingga jika weekend tiba, di kota ini terdapat pasar-pasar dadakan (pasar kaget) yang sengaja diadakan sebagai ajang memeriahkan hari libur dari rutinitas  masyarakat pada umumnya.hal ini semakin menamabah eksotisme kota Bandung di akhir pekan.

Menurut bahasa Ekonomi, pasar semacam ini merupakan pasar persaingan sempurna, dimana salah satu cirinya adalah tidak adanya campur tangan pemerintah selain itu masyarakat boleh melakukan negosiasi terhadap barang yang dijual, Berbagai macam jenis negosiasi ada di pasar kaget ini, mulai dari menawar dengan meminta diskon-diskon ga logis, merayu sang Abang Pedagang dengan rayuan maut, dan kalo masih belum bisa dinego juga, kita akan mengeluarkan jurus terakhir, Yess.. pura-pura pergi dengan memasang muka ga butuh sama produk yang dinego tadi, dengan harapan si Mang pedagang akan memanggil kembali sang pembeli mangkir tadi, tentunya dengan kondisi harga yang sudah DIL. hehehehehe

Dalam Islam sah-sah saja melakukan negosiasi semacam ini yang penting proses transaksinya berlangsung antarodlin (pembeli dan pedagang spakat dengan harga tersebut) sebagaimana dalam al Qur’an Surat 4 : 29

“...kecuali dengan jalan perdagangan suka sama suka diantara kamu” (4 : 29)

Wah, kalo gitu, boleh dong beli Sabu asal pedagang dan pembeli spakat ! ya ga gitu juga kali, Islam sudah mengatur semuanya, Semua pembahasan mengenai Perdagangan sudah diatur dalam Fiqih Muamalah, daripada lama-lama mending kita liat nyoo persyaratannya, Cekidot..!!!!

Yapss.. ada beberapa rukun dan persyaratan dalam Islam yang membuat suatu trnsaksi dianggap sah  

1.    Ada orang yang ber’akad
Dalam hal ini orang yang ber’akad jual beli, harsulah seseorang yang berakal dan telah baligh, jadi orang-orang yang tidak memenuhi kriteria ini dianggap tidak sah, jika melakukan proses transaksi jual beli. Kalo gitu, jagoan neon yang kita beli waktu istirahat sekolah TK ga sah dong, kan wakti itu kita masih anak ingusan..! Nah, kalo yang itu sah-sah aja karena dalam hal ini wali atau orang tua kita mengizinkan dan menyetujui kita untuk membeli jagoan neon tersebut, yaiyalllah pasti disetujui, kalo ngga, pasti kita nangis sejadi-jadinya and bikin onar didepan sekolah. Heheheh.. intinya, dalam hal ini, orang tua harus mempertimbangkan kemaslahatan bagi anaknya.

2.   Ada Shighat (Lafadz Ijab Qabul)
Ok, setelah syarat yang tadi ada syarat selanjutnya, yakni Qabul yang diucapkan harus sesuai dengan ijab, jika Qabulnya dengan harga Rp 5.000, maka Ijabnya pun harus Rp 5.000. Selain itu Ijab dan Qabul harus dilakukan dalam satu majlis, Wahh gawat ! berarti orang yang jual beli secara on line ga sah dong, Tenang Pemirsa, Satu majlis dalam hal ini berarti satu situasi dan satu kondisi, yakni pembeli dan penjual memiliki frame yang sama tentang produk yang diperjualbelikan, walaupun fisiknya terpisah jauh, dengan kata lain pembeli dan penjual sudah sama-sama antarodlin, walaupun tidak bertemu secara langsung. Contoh lain, pasar swalayan, dipasar ini pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung alias tidak ada komunikasi diatara keduanya, juga tidak ada ngosiasi, akan tetapi harga yang tertera merupakan harga pasaran dan secara tidak angsung telah disepakati oleh semua pihak. Jadi belanja dipasar swalayan menurut jumhur ulama termasuk transaki yang sah sekalipun tidak ada lafadz Ijab Qabul.
  
3.    Ada barang yang dibeli
Di point ketiga ini, membahas mengenai persyaratan produk yang layak diperjualbelikan, pertama  produk yang diperjualbelikan harus jelas adanya, bukan barang yang tidak pasti, kecuali produk yang dipesan  pasti akan ada, kedua Produk yang diperjualbelikan adalah produk yang bermanfaat dan maslahat bagi keberlangsungan hidup mansuia, ketiga produk yang diperjualbelikan jelas kepemilkianya, bukan milik oranglain, kecuali jualbeli yang diwakilkan berdasarkan persetujuan penjual dan pembeli aslinya. Keempat Produk yang diperjualbelikan diserahkan pada waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak. Selain empat syarat diatas, produk yang dijual selanjutnya, bukan produk yang cacat.

4.   Ada nilai tukar pengganti barang
Yap..di point terakhir ini kita akan membahas mengenai nilai tukar, dizaman sekarang ini, berbicara nilai tukar pasti berbicara uang,Sistem penukaran dengan alat tukar uang, tampaknya sudah cukup jelas, artinya uang yang dibayarkan kepada penjual sesuai harga yang disepakati. Selain itu alat tukar lain, yaitu dengan  sistem barter.  Dimana satu barang ditukar dengan barang yang lain yang memiliki nilai yang sama sekalipun jenis barangnya berbeda.

Kesimpulanya, negosiasi dalam hal ini diperbolehkan karena termasuk dalam praktek khiyar, dimana pembeli dan penjual spakat dengan satu keputusan, asalkan kita tidak menego produk yang sedang dinego oleh orang lain. Karena dalam hal ini pembeli tersebut masih ber-khiyar dengan sang penjual.

Wallahu a'lam..


Pendidikan Karakter

Dimuat di Inilah Koran, edisi 2 April 2013

Sistem  dan kurikulum pendidikan di Indonesia tidak luput dari penanaman nilai-nilai dan norma agama, agama apapun itu. Berbagai macam upaya pengintegrasian agama dan sains telah coba diterapkan di berbagai jenjang pendidikan, namun sampai saat ini faktanya masih banyak bukti-bukti kegagalan hasil proses transformasi manusia di sebuah pabrik yang bernama pendidikan. Masih banyak orang yang berpendidikan tinggi, prestasinya tidak diragukan lagi, akan tetapi hal ini berbanding terbalik dengan karakternya sebagai manusia berpendidikan. Orang-orang semacam ini hanya cerdas secara intelektual akan tetapi rapuh secara spiritual dan humanitas.

Sebagai agama mayoritas di negeri ini, pendidikan Islam tentu ikut andil bahu-membahu dalam upaya menyukseskan sistem pendidikan di Indonesia. Bahkan tujuan pendidikan nasional pun hendak membentuk manusia-manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,  cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan demikian, internalisasi nilai terhadap siswa merupakan poin utama dalam tujan pendidikan di Indoensia.

Dari aspek tujuan diatas, kalimat tersebut tentu sudah cukup menjadi sebuah visi suatu sistem pendidikan yang ideal. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kata-kata diatas masih sulit untuk diimplementasikan kedalam aktivitas belajar-mengajar di kelas, dalam buku theologi pendidikan dikatakan bahwa tujuan pendidikan tersebut masih bias. padahal pengimplementasian ini sangatlah penting supaya membentuk budaya positif  bagi siswa, dimana kelak ketika  sudah dewasa, budaya ini akan membentuk suatu karakter permanen dalam diri siswa, sehingga tujuan pendidikan pun perlahan akan terwujud dengan sendirinya.

Selain itu, dari tujuan pendidikan diatas dapat ditarik sebuah pengertian, bahwa aspek keimanan, ketakwaan, akhlak mulia menjadi point utama tujuan pendidikan di negeri ini, oleh sebab itu saat ini pendidikan karakter tengah menjadi trend dan memiliki nilai jual tinggi terhadap “pasar” pendidikan di Indonesia. Sehingga menyedot minat dan perhatian masyarakat yang tidak sedikit walaupun biaya yang dikeluarkan cukup tinggi.

Permasalahan lain adalah, disaat pendidikan karakter menjadi persolana inti dunia pendidikan, tidak adanya standar proses, dan standar baku dari hasil proses pendidikan karakter ini, beberapa bentuk evaluasi yang ada saat ini, semuanya hanya berupa tes-tes yang hanya mengukur aspek kognitif siswa, sehingga mau tidak mau siswa akan digiring kedalam penguasaan mata pelajaran untuk mengejar nilai akademik belaka.  

Di beberapa sekolah, ada yang sudah mencoba menerapkan pendidikan karakter ini dengan menciptakan pembiasaan baik secara simbolik maupun berupa aktivitas siswa. Sebagai contoh, pembiasaan memakai busana muslim dihari jumat, pembacaan ayat suci al-quran setiap hari sebelum memulai kegiatan belajar-mengajar, pesantren kilat, shalat berjamaah dan lain-lain, kesemuanya itu hanya masih berada pada tataran pembiasaan aspek ritual saja yang bersifat shaleh individual. Sementara  penanaman aspek-aspek sifat-sifat dasar seperti jujur, tanggung jawab, berani, ulet dll masih menjadi barang langka dalam diri seorang siswa. Padahal justru sifat-sifat seperti inilah yang akan membuat siswa bisa survive ketika sedang berada dilingkungan yang tidak mendukungnya sekalipun. Seorang siswa yang rajin mengerjakan tugas akan menjadi biasa dan sudah sepantasnya manakala ia hidup dilingkungan kondusif, tapi siswa yang tetap dapat hidup rajin dalam lingkungan yang tidak kondusif, maka itulah siswa yang hebat.

Siswa semacam ini tidak akan bermasalah ketika ditempatkan dilingkungan seperti apapun, karena karakternya sudah melekat permanen dalam hidupnya. Dia akan hidup mandiri, mudah bergaul, luwes dan senantiasa berjiwa pembelajar, sehingga siswa yang demikian memiliki karakter kesalehan individual dan sosial sekaligus secara seimbang. Tujuan sistem pendidikan diatas diharapkan akan terinternalisasi kedalam setiap pribadi siswa dan insan pendidikan.

Terlepas dari agama yang dianut oleh setiap orang, sifat dasar tersebut seharusnya dimiliki oleh setiap individu, karena sifat-sifat tersebut merupakan kebenaran universal yang wajib dimiliki oleh setiap individu apapun latar belakangnya. Faktor keteladanan dari pendidik baik itu orang tua di rumah atau guru di sekolah perlu adanya penanaman hakikat keimanan itu sendiri sejak dini kepada anak.

Dengan demikian, seorang siswa dituntut untuk memadukan anasir (jamak dari unsur) kesalehan secara utuh, aspek keimanan dan ketakwaan seseorang seharusnya tidak hanya ter-ekspresi lewat perilaku dan aspek ritual saja, sementara disisi lain masih ada aspek sosial yang akan menentukan keharmonisan hubungan seseorang dengan manusia lainnya dimuka bumi ini.

Apabila kondisi ini sudah tercipta, maka akan terbentuklah sebuah tatanan masyarakat yang memiliki kemandirian dan memiliki integritas, dimana setiap individu akan turut berkontribusi dalam memajukan kesejahteraan umum, menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Wallahu a’lam.