Jumat, 31 Mei 2013

Medidik Calon Pemimpin



Pendidikan merupakan faktor penting penentu masa depan anak-anak kita, jadi jika salah mendidik akan buruk pula cara berfikirnya, orangtua sejatinya dituntut bersikap fair dalam memilih sekolah untuk anaknya, semuanya harus berdasarkan pemikiran yang matang dan tentu saja persetujuan antara orang tua dan anak itu sendiri, agar nantinya anak merasa nyaman berada di sekolah yang telah dipilihnya, bertanggung jawab penuh atas kewajibannya dan tidak menyalahkan orang tua manakala anak tersebut menemukan masalah ditengah perjalanan.

Tahun ajaran baru sudah tiba, ada beberapa siswa yang sudah mantap dengan sekolah  pilihannya, ada juga yang masih ragu-ragu untuk memutuskan, sekolah mana yang akan dijadikan tempat berjibaku menimba ilmu untuk melangkah menuju cita-citanya. Bagi orang tua yang anaknya baru lulus TK, SD, SMP maupaun SMA, jika masih merasa  kebingungan. Langkah pertama adalah, tanyalah anak kita, “nak, mau sekolah dimana?”, jika anak kita sudah menjawab, cobalah tanyakan, kenapa memilih sekolah tersebut, dan seterusnya.

Orangtua hendaknya mengenali bakat dan potensi buah hatinya dengan baik, dengan begitu orang tua bisa mengarahkan kemampuan anaknya, selain itu orang tua juga dianjurkan untuk menanyakan kepada anaknya dan beritahukan pula sekolah mana yang akan kita sarankan untuk anak kita, dan kemukakan alasan kita juga menapa memilih sekolah tersebut, agar menjadi bahan pertimbangan bersama, dan keputusannya menjadi kesepakatan bersama.

Anak kita adalah calon pemimpin di masa yang akan datang, berikan kepadanya pilihan dan biasakan untuk berfikir dan menganalisis, libatkan dia dalam memutuskan fase-fase penting dalam hidupnya, sehingga anak akan terbiasa memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan baik dan buruk, bisa membuat keputusan-keputusan besar dengan cara bertukar fikiran dengan orang-orang disekitarnya, jangan sampai kita bertindak secara otoriter terhadap anak, karena hal itu hanya akan melahirkan sifat keegoisan yang belum ada pada diri anak kita dan memupuk sifat keegoisan yang telah ada pada diri orang tua 

Ajaklah anak kita untuk berdiskusi, mintalah pendapatnya, dan perlakukan dia sebagaimana anda memperlakukan orang dewasa jika anda akan mengambil keputusan yang akan berhubungan dengan proses pendewasaannya, karena sesungguhnya nalurinya (fitrah) akan cenderung kepada kebaikan. Sedangkan pola fikir orang dewasa, terkadang cenderung kepada sikap negative karena sudah terlanjur berorientasi kepada materi.

Jika ada ketidaksesuaian, bukan bakat anak yang bermasalah, tapi mindset orang tuanyalah yang boleh jadi belum faham cara menempatkan bakat anaknya, jangan sia-siakan kehadirannya sebab ia adalah investasi masa depan kita, mendidik dan menyekolahkannya bukanlah beban, namun itu adalah investas paling penting sepanjang hidup kita. Anak kita adalah anugrah Tuhan terbaik yang dititipkan pada setiap orangtua, titipan yang begitu berharga dari Sang Maha Agung, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas penjagaan nya.  

Afaf Najihah, S.Pd.I (Pengamat Pendidikan)


Senin, 20 Mei 2013

HIDUP KADANG TAK PERLU HITUNGAN LOGIS MATEMATIS




Cerita ini, kubagi pada para pembaca dengan penuh ambisi. Bukan karena aku telah bebas dari PR Tuhan yang bernama ujian, aku hanya ingin mengajak anda para pembaca menjadi lebih yakin akan keajaiban Allah. 

Aku adalah seorang anak manusia yang sedang berusaha keluar dari kubangan keterbatasan, bukan karena aku tidak mawas diri, bukan pula karena aku tidak faham kondisi, aku sangat menyadari semua itu, keterbatasanku tidak lantas harus membuatku menyerah pada keterbatasan yang Allah gariskan untuk-ku. Karena aku yakin, Tuhan-pun tak akan tega melihat ciptaan-Nya terus menerus berada dalam kondisi kesulitan, Yang Maha Kuasa pasti selalu menyediakan reward diakhir ujian pada kita.

Segala puji bagi Allah, yang telah melahirkan aku di keluarga yang penuh kasih sayang. Aku memiliki masa kecil yang cukup bahagia, diberikan pendidikan terbaik oleh orang tuaku, ibuku tak pernah berhenti membuatku terus bermimpi, dia gemar sekali menceritakan anak tetangga kami yang sudah menjadi dosen (baca-sudah sukses), saking seringnya aku mendengar cerita itu, aku sampai hafal setiap bagian kisah itu, dan ku susun menjadi sebuah puzzle hidup yang pasti akan ku tapaki.

Ibuku memang tidak menyekolahkanku di sekolah yang mahal, sekolah dengan SPP berjuta-juta, bagi kami itu hanya ada di film saja, aku memang tidak terlahir dari keluarga kaya raya, tapi bukan berarti aku tidak boleh punya ambisi untuk bermimpi.

Saat lulus dari SMP dulu, aku merengek pada ibuku supaya cepat-cepat mendaftarkan aku ke SMA, khawatir pendaftaranya akan ditutup, tapi ibuku hanya tersenyum, dia bilang, mau daftar pake apa? Dari mana ibu akan membiayai sekolahmu? Liat kakak-kakakmu, mereka juga hanya sampai SMP. Kata-kata itu sungguh menyayat hati, tapi aku tak habis akal, aku nekat mendaftarkan diriku sendiri ke sebuah SMA di daerahku, dengan modal uang tabunganku, aku berhasil terdaftar menjadi siswa baru di sekolah tersebut, sampai akhirnya Tuhanpun memberikanku jalan dengan segala kemudahan-Nya hingga aku berhasil lulus di sekolah tersebut, yah walaupun hanya mengantongi juara kedua.

Sebulan setelah lulus SMA, aku masih bingung apa selanjutnya rencanaku, lagi-lagi aku nekat melanjutkan studiku, berkali-kali aku katakan kepada orang tuaku, kalau aku ingin melanjutkan studiku ke perguruan tinggi, dan berkali-kali pula orang tuaku menjelaskan kalau mereka tak mampu menyekolahkanku lebih tinggi lagi, terdengar klasik memang, tapi begitulah adanya. Kata-kata itu hanya berlalu saja di telingaku, hingga akupun berhasil menunjukan aksi nekat yang kedua kalinya. Aku meyakinkan ibuku dengan cerita-cerita heroik yang dia berikan dulu. Akhirnya ibu dan keluargaku percaya padaku.

Dan dimulailah petualanganku di kota kembang ini, di tempat yang berbeda dengan status berbeda, yah saat itu aku sudah jadi mahasiswa, mahasiswa yang agak berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, aku memang bukan mahasiswa pada umumnya, mahasiswa yang tinggal duduk manis belajar di kelas mendengar khotbah dosen, mengerjakan tugas, hang-out dan pulang ke kosan, aku tidak seperti mereka yang dikirim orang tuanya ke Bandung hanya untuk fokus belajar. Aku dikirim ke bandung oleh diriku sendiri, untuk mencari ilmu dan memperjuangkan mimpiku. Itulah keputusanku, keputusan yang sudah menjadi harga mati, hingga orang tua pun tak mampu mengintervensi.

Selama kuliah, aku berusaha mencukupi kebutuhanku dengan bekerja paruh waktu dan mengajar privat anak-anak SMP dan SD, tak banyak yang bisa kulakukan, karena keterbatasan waktu, kuliah tingkat awal memang lumayan padat, sehingga sangat menguras waktu, tenaga, biaya dan fikiran. Selama kuliah, bahkan aku tak sempat terfikirkan untuk membeli sepotong baju baru pun, karena yang ada di fikiranku setiap kali aku punya uang adalah, bagaimana cara memenuhi ongkos hidupku yang sebatang kara, mulai dari biaya makan, tagihan kosan, bayar kuliah dan berjuta-juta jenis beban lainnya. 

Suatu ketika, saat cobaan hidup ini sampai pada titik klimaks, aku pernah berfikir untuk pulang saja ke kampung halaman, saat itu aku berfikir bahwa Tuhan terlampau tega memberi cobaan ini padaku, ah.. aku menangis waktu itu, aku ingin pulang saja, aku menyesal telah terlalu berani menantang badai kehidupan ini, aku pun mengemasi barang-barangku, namun setelah aku siap untuk pulang ke rumahku di pelosok desa sana, tiba-tiba saja aku merasa malu dengan diriku sendiri, aku terlalu gengsi untuk menyerah pada semua masalah ini, aku menangis sejadi-jadinya, aku bingung setengah mati.

Ditengah kebingungan itu, aku mencoba me-refresh pikiranku, aku buka pikiran positifku, dan akupun kembali menata mimpiku yang nyaris luluh lantak akibat perasangka buruk pada Tuhan, aku berusaha sekuat tenaga untuk meraih mimpiku, untuk bisa kuliah dan lulus sebagai sarjana, bahkan sampai professor kalau perlu.

Hari demi hari, semester demi semester pun berlalu, aku khusu mengikuti setiap fase kuliahku, sampai akhirnya sidang skripsi pun tiba, aku berhasil melewati semuanya dengan hasil yang baik, sampai saat dimana hanya tinggal menunggu tanggal itu datang, tanggal wisuda, tanggal yang cukup krusial bagi keluarga kami, karena aku adalah orang pertama di keluarga yang bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Ibuku bilang, di hari wisuda nanti, seluruh keluargaku akan datang, termasuk tetanggaku. Subhanallah, aku bahagia mendengarnya.

Sesaat, aku falashback pikiranku ke masa lalu, ku ucapkan syukur kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan-Nya, dan telah menciptakan aku sebagai makhluk yang tidak senang berfikir panjang akan beberapa hal, jadi aku bisa kuliah dengan cara menutup mata dan telingaku dari kondisiku sebenarnya, aku bersyukur dilahirkan sebagai orang yang optimis, jadi aku yakin aku bisa meraih cita-citaku. 

Hidup terkadang tidak membutuhkan hitungan logis matematis untuk menjalankanya, hanya butuh keyakinan saja, maka mimpi itu perlahan akan menjadi nyata, dunia ini terkadang hanya bisa dinikmati oleh para pemberontak kondisi, kepahitan masalah yang sudah mencapai titik nadir, kelak akan menjadi kenangan manis untuk diingat, dan tentu saja akan dibalas Allah dengan balasan yang terbaik.



Kamis, 16 Mei 2013

Imam Dodol



Nasib apes ini akan kuceritakan, karena menyangkut petuah bagi orang-orang malas seperti aku, biar lebih rajin belajar. Saat itu aku baru saja tinggal di Bandung, otomatis aku belum begitu menguasai daerah teritorial Bandung, kemana-mana pasti bareng temen, karena posisinya memang ga tau apa-apa. Awal kisah, langsung kita lihat di TKP. heeeee

Suatu sore, aku mendapat kabar dari temanku, bahwa besok pagi akan terjadi gerhana matahari tepat pukul 13 siang, aku kaget mendenagr kabar itu, dan aku save baik-baik sms itu, entah kenapa hati ini sangat excited sekali untuk bisa melaksanakan shalat gerhana itu. Aku forward-kan sms itu kepada teman-teman se-kosan. Merekapun sama excitednya seperti aku.

Ke-esokan harinya, tepat setelah shalat dzuhur, tentu saja dalam waktu yang amat sangat on-time karena hawatir telat melaksanakan shalat gerhana, terlebih, kami belum mengetahui dimana letak masjid terdekat di daerah kosan kami, setelah semuanya siap, aku langsung tancap gas, aku memanggil-manggil teman sekosan, dan merekapun langsung keluar dari kamar mereka masing-masing.

Dan berangkatlah kami untuk menunaikan shalat gerhana, terdengar sayup-sayup suara takbiran dari berbagai masjid, syiar Islam khas shalat ied itu, juga dikumandangkan ketika gerhana, hal ini mungkin disunnahkan oleh Rasulullah supaya ummat manusia di dunia ini lebih banyak mengingat Allah, terutama ketika gerhana tiba.

Semua orang diantara kami belum ada yang mengetahui di mana letak persis masjid di sekitar kosan kami, walhasil, kami keliling-keliling gang untuk mencari masjid, 20 menit berlalu masjid itu belum kunjung ditemukan, aku semakin bingung, apa yang harus aku lakukan, mepet dan bingung, begitulah kondisi perasaanku persisnya.

Dan setelah kami berkeliling-keliling tanpa arah, akhirnya pukul 12-45 kami berhasil menemukan alamat rumah Allah itu, kami senang bukan kepalang, kami langsung masuki masjid itu, dan ternyata-e-ternyata jama’ah yang hadir hanya baru tiga orang, tapi kami tak peduli, kami langsung bergabung mengikuti takbir sambil menunggu shalat dimulai.

Menunggu dan menunggu, akhirnya jama’ah yang datang Cuma sedikit, jama’ah laki-lakinya hanya ada 4 orang dan yang perempuan berjumlah 4 orang, termasuk aku berdua dan temanku. Oh sungguh ironis, ditenga pemukiman padat penduduk seperti ini, tapi yang shalat gerhana Cuma 8 orang. OMG, it’s really absurd..!

Akhirnya, kamipun memulai shalat gerhana itu, semua jama’ah shalat berdiri, tapi setelah semua berdiri, para bapak-bapak yang ada di depan sana saling mempersilahkan satu sama lain untuk menjadi imam, mereka saling menolak dan begitulah seterusnya, hingga akhirnya ada seorang bapak yang maju dan bersedia menjadi imam. Kami sedikit lega, tapi sebelum takbir di mulai, bapak paruh baya itu meyakinkan kembali kepada kami para jama’ah, begini kata-katanya.
Bapak Imam           : eh, shalat gerhana itu yang rukunya 4 kali dalam dua raka’at itu kan?
Bapak Jama’ah      : Buka n, bukan seperti itu shalat gerhana mah, shalat gerhana itu ga ada sujud dan gak ada ruku’nya. (wajahnya tampak sangat meyakinkan)
Bapak Imam           : oh gitu yah, berarti jumlahnya 4 kali takbir yah?
Bapak Jama’ah       : Ya pa, betul.

Jama’ah yang bodoh seperti aku hanya menyaksikan saja diskusi pendek itu, parahnya, sampai detik itu, aku baru sekali melaksanakan shalat gerhana dan itupun saat SMP, aku sudah tak begitu ingat. Jadi aku mangut-mangut saja dengan kebijakan itu, tapi dalam hatiku, aku merasa ragu kalau shalat gerhana itu gak kaya yang disebutkan bapak jama’ah. Tapi keraguan itu tak pernah kuungkapkan.

Dan di mulailah shalat gerhan itu, kami melaksanakan shalat  gerhana itu tanpa ruku’ dan tanpa sujud, 4 kali takbir dan diakhiri dengan salam, semuanya dilakukan dalam kondisi berdiri, hatiku terus bertanya-tanya, bukankah ini shalat jenazah. Sepanjang shalat gerhana itu, hatiku terus bertanya-tanya. Tapi, aku juga ga begitu yakin, jadi ya… ikutan aja lah. 

Setelah selesai shalat gerhana itu, aku penasaran setengah mati, aku langsung tancap gas dan pergi ke warnet, aku langsung searching bagaimana sebenarnya tatacara shalat gerhana. Dan setelah kutemukan literaturnya, ternyata benar shalat gerhana itu ga kaya yang tadi aku kerjakan, hah… sialan berarti gw tadi shalat jenazah dong. Terus, jenazahnya siapa. Hahahahahhha, aku dan temanku saling bertatapan dan hahahhahahhaha… hahahahahhahhah.. hahhahaahahahha

Dasar imam dodol, kita jadi pengikut buta nya, mulai detik itu, aku semakin semangat belajar fiqih alias tatacara melaksanakan ibadah yang sesuai dengan al-quran dan sunnah, gw ga mau di tipu lagi sama ustaz gadungan. Aku semakin antusias, ingin mengenal Islam lebih dekat. Sekalipun aku dulu sekolah di Tsanawiyah dan Aliyah, tapi pengetahuan islamku parah banget. Itu mungkin karena aku dulu ga bener kali yah belajarnya..heeeee. Ada baiknya kita belajar dulu sama ustaz google sebelum kita melakukan suatu ibadah ritual, daripada nanya sama ustaz gadungan. Hahahahha.. (Cuma saran sih, ga sepenuhnya bener yah..)
Udah ah, ngantuk.Heeee

Tesekur Ederim, Tekrar Görüsmek üzere,
iyi akšamlar..Gule-gule, hee (belajar bahasa Turki)

Kamis, 02 Mei 2013

SMS untuk Bupati


Weekend kemarin, dengan penuh rasa rindu yang membuncah sampai ubun-ubun, akhirnya aku pulang juga, pulang ke rumah orang-orang yang sangat kusayangi, keluargaku, orang tuaku, kakakku, adiku dan keponakan-keponakanku yang menggemaskan.

Sesampainya di rumah sederhana nan penuh kasih sayang itu, Mamak ku bertanya, kenapa jarang pulang? Kaya TKW saja. Sambil tersenyum kujelaskan. Bukannya aku tak mau pulang mak, tapi jarak dan efektivitas dana untuk pengguna angkutan umum seperti aku sangat menyusahkan. Coba kalau ada jalan tol yang langsung tembus ke Gununghalu, atau paling tidak, coba kalau ada kreta api yang menjangkau kampung halaman kita, atau paling tidak, coba kalau jalan menuju Gununghalu-Rongga itu agak bagus, atau mungkin kalau angkutan menuju rumah kita itu sedikit lebih manusiawi? Mungkin aku tak harus berfikir lama-lama untuk pulang.

Mak, jika liburnya hanya sehari atau dua hari, sayang kalau pulang, karena di jalannya capek, banyak makan waktu, perjalanan Bandung-Rumah kita itu hampir 6 jam, sama dengan perjalanan ke pedalaman Tasik-Singaparna-Mangkubumi, padahal jelas-jelas kita masih Bandung ya mak ! yah walaupun Cuma kabupaten. Mamak ku pun mengangguk tanda setuju.

Itulah tadi sekelumit cerita ibu dan anak, yang terpaksa sulit bertemu karena jarak “jauh” memisahkan, yah, jalanan off road itu telah memisahkan cinta ibu dan anaknya. Kabupaten yang baru di mekarkan itu, menyimpan derita bagi rakyatnya, mulai dari angkutan umum, infrastruktur, kecepatan birokrasi dan layanan publik lainnya, terutama di daerahku.

Entah kemana perginya janji para petinggi pemerintahan itu, apakah mungkin mereka sudah lupa? Atau mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka, sehingga lupa mengurus kami? Atau mereka sekarang sudah bisu? Apa perlu kutunjukan video lima tahun silam saat mulutnya berbusa mengumbar janji? Ahh..sia-sia saja aku bertanya seperti itu. Toh, takan terjadi apa-apa jika ku ungkapkan. Janji-janji manis itu, kini sudah menjadi rutinitas bangsa ini setiap lima tahunan, dan tentu saja rakyat polos di negeri ini akan percaya dengan bualan gila itu. Kata-kata gombal yang dikemas oleh orang-orang berpendidikan itu bak hipnotis bagi rakyat seperti kami.

Aku heran, kemana perginya mahasiswa-mahasiswa yang menggulingkan rezim raksasa yang bernama orde baru dulu, orator-orator kampus nan ambisius itu dulu mau mengubah kondisi negeri yang carut-marut ini. Apa mungkin mereka sudah menjadi guru? Arsitek? PNS? Karyawan swasta? Bupati atau mungkin presiden? Dulu mereka sangat berjasa buat kami, dengan izin Allah, mereka membebaskan kami dari belenggu orde baru.

Tapi sekarang, mereka hilang. Yang ada hanya orang-orang egois di atas sana, mereka tidak peduli pada kami, justru sopir dan kondektur mobil elev butut itu yang lebih berjasa pada kami, mobil butut nan sesak itu telah berjasa mengantarkan kami menjemput cita-cita kami, walaupun mobil itu sesekali ada cicaknya, mungkin karena mobil itu sudah tua, bahkan jika hujan tiba, air hujan pun tak segan-segan masuk ke dalam mobil  reyod itu, tapi mobil itu akan terus melaju mengantar kami menuju kota impian kami, asap hitam yang muncul dari cerobongnya yang bernama knalpot semakin mempertegas bahwa mobil berusia tua itu gemar memakai solar oplosan, bahan bakar yang hanya bisa di dapat di daerah perkampungan seperti daerah kami. Aku tak peduli.

Entah apa nama mobil off road yang sangat berjasa itu, apakah elef, elep, elev, elf atau elv? Ah..tak ku temukan padanan kata tersebut dalam kamus bahasa Indonesia. Hanya saja aku menemukana kata “elf” dalam kamus bahasa inggris, kata itu berarti “JIN” ahhh pantas saja kami selalu menjadi tumbalnya. Tapi walaupun begitu, yang jelas, kami haturkan terimakasih kepada pak Sopir dan pak kondektur, walaupun mahal, walaupun ugal-ugalan, walaupun kami diturunkan sebelum sampai ke terminal, tapi dalam lubuk hati kami yang paling dalam, kami mengakui, apa jadinya kami bila tak ada kalian..(so sweet).

Ahh, aku baru sadar kalau aku terlalu lebay. Yah, wajar saja lah, bocah ingusan yang baru tahu makna hidup kemarin sore seperti aku, mungkin baru hanya bisa berangan-angan, seandainya aku hidup di zaman Ummar bin Khatab, pasti aku sangat mencintai pemimpinku, sebagaimana pemimpinku mencintaiku, sayang, itu hanya mimpi. Ternyata aku hidup di zaman Aceng Fikri. Suatu zaman yang tidak kalah kejam jika dibandingkan dengan zaman Byzantium Romawi.

Tapi walaupun begitu, seandainya aku tahu nomor Hp bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian di pucuk pemerintahan sana, ingin sekali kukirimkan sebuah short massage kepada mereka.

“wahai para petinggi pemerintah, tolong dengarkan kami, karena kami membayar pajak untuk kehidupan anda”*)

Terimakasih.



 *) Short Massage di ambil dari pidato Weilin Han, Metro Highlights. 27 April 2013)