Kamis, 19 April 2018

Islam dan Fenomena Alam


Pagi itu matahari kurang begitu terang, mungkin ia sedang tidak bersemangat menyinari bumi. Oh maaf, saya salah. Tentu saja dia selalu bersemangat, ia selalu setia menghangatkan dan menyinari bumi, ia tidak moody seperti kita manusia. Tapi siang itu, mungkin cahaya terangnya agak tertutup oleh awan tebal yang berwarna abu, sehingga teriknya tak begitu terasa, yang ada hanya cahaya yang redup dan suhu ruangan yang semakin memanas. 

Namun ketika hari sudah semakin siang, bukan panas terik yang keluar. Malah yang terjadi adalah mendung, awan semakin gelap, gumpalannya kini sudah semakin tebal. Sesekali bunyi petir muncul walau masih agak kecil. Anginpun turut berhembus, ia seolah ingin menggenapkan suasana mencekam siang ini. 

Saat hati ini sedang bergumam “oh, mungkin akan turun hujan besar”, seketika terdengar bunyi petir yang menggelegar, kemudian disusul dengan tumpahan air hujan yang deras dari atas langit sana. Anginpun semakin kencang, hingga air hujan itu menyiprati dinding rumah-rumah penduduk sekitar. Orang-orang mulai mematikan laptop, tv dan sejumlah alat elektronik lainnya, tak lupa mencabut semua kabel yang masih terhubung dengan listrik, dan mematikan stop kontak lampu yang masih menyala, akupun demikian, hanya lampu kamar mandi saja yang kunyalakan. 

Namun beberapa detik kemudian, suara petirpun muncul kembali dengan gemuruh yang lebih besar dan kilat yang sangat menyeramkan, semua orang panik dan listrikpun mati total. Mungkin ada pohon tumbang, mungkin ada gardu listrik yang tersengat, entahlah. Yang jelas, akupun tegang dan ketakutan sambil terus mengucap dzikir istigfar dan doa ketika melihat petir. Sambil tak henti-hentinya mengucap dzikir dan membaca do’a ada petir, ku ambil buku kumpulan do’a yang ada dilemari buku, Alhamdulillah, do’a ketika melihat petirpun langsung ditemukan. Kulafalkan tulisan arab itu secara perlahan sampai habis, hingga akhirnya mata ini tertuju pada teks latin yang ada di bawah tulisan arab tersebut, “oh, mungkin ini terjemahnya” begitu gumamku. Aku baca terjemah doa itu secara perlahan, baru kali ini aku menghayati makna arti doa tersebut. Tak terasa air mata ini menetes. Hati ini terus meminta kepada Allah agar diselamatkan dan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Aku takut jika petir yang dahsyat ini adalah awal azab yang Allah timpakan, hati ini terus khawatir.

Dan untuk kesekian juta kalinya, Allah menyelamatkan saya. Hujan disertai petir itupun dihentikan-Nya, kini suasana sudah tidak mencekam lagi, lebih tenang dan tidak tegang. Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, orang-orang mulai keluar rumah dan memastikan apakah ada bagian rumah mereka yang terkena sambaran petir atau terendam banjir. 

Waktu sudah hampir maghrib, tanpa disadari, sayup-sayup dari ujung speaker masjid RW nun jauh disana, terdengar bunyi takbir khas lebaran, “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa ilaaha illallaah huwallaahu Akbar, Allaahu Akbar wa Lillaahil Hamdu”. Demikian takbir itu terdengar sayup dan berulang-ulang. Kupastikan lagi pendengaranku mendengar takbir itu, ternyata memang benarlah itu kalimat takbir khas lebaran

Sejenak kunyalakan internet di hp yang sempat kumatikan saat petir yang datang bertubi-tubi tadi. Dan setelah aku cari informasi mengenai berita banjir akibat cuaca buruk hari ini, munculah informasi susulan mengenai akan tibanya gerhana bulan tepat pada pukul 19 lebih 27 menit. Mulailah pikiran ini tertuju kembali kepada suara takbir tadi, oh pantas saja, rupanya salah satu fenomena alam cukup besar yang diwakili oleh gerhana bulan ini tengah asyik berkolaborasi bersama kaum muslimin yang sedang khusu mengucap lafaz takbir di setiap penjuru bumi. Akupun mulai mempersiapkan diri untuk berangkat ke masjid, agar bisa berjama’ah melaksanakan shalat maghrib, shalat gerhana khusuf dan dilanjutkan dengan shalat isya berjama’ah.

Yaa Qowwiyy.. Wahai Yang Maha Kuat

Syari’atmu sungguh sangat sempurna, Engkau tetapkan syari’at agama ini selaras dengan apa yang Engkau tetapkan terhadap alam semesta ini. Saat terjadi fenomena alam yang membuat kami takut, Engkau perintahkan kami untuk terus berdzikir Mengingat dan Meminta Pertolongan-Mu, saat tanah kami dilanda kekeringan dan musim paceklik, Engkau mensyari’atkan kami untuk melaksanakan shalat istisqa agar Engkau Memberikan izin kepada langit untuk menurunkan hujan. Saat anak bayi lahir, kamipun disyari’atkan untuk bersyukur kepada-Mu dengan ber-aqiqah, membagikan kebahagiaan kami kepada sesama muslim. Demikianpula saat ada diantara kami yang meninggal, agama ini pula yang mensyari’atkan kami untuk merawat, memandikan, menyolatkan dan menguburkan jenazahnya. Sungguh, semua yang terjadi pada diri kami dan apa yang terjadi pada alam ini, tidak bisa terepas sedetikpun dari Kepengawasanmu. Engkaulah yang menetapkan agama ini, yang dengannya kehidupan langit dan bumi bisa terintegrasi dengan harmonis dan penuh keberkahan.

Yaa Hafiidz. Waha Yang Maha Menjaga

Saat badan kami lelah, tanpa kami sadari tiba-tiba saja keringat bercucuran dari pori-pori kulit. Ketika lapar, perut ini mengeluarkan bunyi dengan sendirinya. Pun saat kami mengantuk, mata ini tak kuasa melawannya, kami pejamkan hingga esoknya kami Engkau bangunkan kembali dengan tenaga dan pikiran yang kembali fresh. Lebih jauh lagi tentang system metabolisme, system pencernaan, system pernafasan, pertukaran sel, yang semuanya kami sebut sebagai pergerakan alami yang bergerak secara OTOMATIS. Padahal sesungguhnya itu bukanlah gerakan otomatis atau gerakan alamiah sebagaimana yang dibahasakan oleh buku-buku sains. Itulah ketetapan-Mu, itulah sunnah-Mu, semua tunduk patuh atas Kepengaturan dan Kehendak-Mu.
Tidak, semua ini tidak bisa kami tolak, tidak bisa kami pilih sekehandak hati kami. Kedipan mata ini tidak dapat kami kendalikan sama sekali, ia hanya tunduk kepada-Mu, detakan jantung ini, tidak bisa kami atur sesuai keinginan kami, ia hanya berdetak sesuai perintah-Mu.
Tidak, bumi ini tidak berputar sendiri. Dia diputarkan
Tidak, tanaman itu tidak tumbuh sendiri. Dia ditumbuhkan
Tidak, ikan dilautan itu tidak berkembang biak sendiri. Mereka dikembang biakan
Tidak, tidak ada syari’at yang lebih detail dan lebih universal selain syari’at-Nya

Maka mengapa, jika alam dan se-isinya hanya bergerak dibawah kendali-Mu, kami ini terkadang kufur terhadap perintah-Mu. Kami terkadang merasa kurang cocok dengan apa yang Engkau tetapkan kepada kami.

Satu titik ujian yang bernama pilihan ini, terkadang cukup menjadikan kami berkuasa memilih segala keinginan kami.

Satu titik ilmu yang Engkau Titipkan kepada kami, kadang membuat kami menjadi sok tahu dan merasa mengetahui segala hal.

Satu titik kemampuan yang Engkau Anugrahkan kepada kami, kadang membuat kami merasa pantas untuk menentukan standar kebenaran untuk dijadikan acuan.

Bahkan ada pula, diantara kami yang turut merancang aturan kehidupan, merancang sebuah standar hukum dan kebenaran di luar yang telah Engkau Tetapkan. Mereka katakan, ini untuk kebaikan negeri, tapi nyatanya hanya menjadi sumber produksi kemaksiatan yang mengundang murka dan kontroversi. Sudah ketahuan cacatpun masih diperjuangkan, bahkan ramai-ramai orang mencalonkan menjadi para penegak hukum tiran. Sadarlah manusia, itu bukan aturan, itu jebakan dan rekayasa setan.

Maha Benar Allah, dari apa yang mereka perselisihkan, tidak ada agama yang diridoi di sisi Allah selain Islam, yang syari’atnya sempurna. Dialah Allah, Sang Qodaron Maqduron, Yang Maha Menetapkan dan Ketetapannya Pasti Terjadi.

Dialah Allah, Sang Mukhalafatu lil hawaditsi, Yang Maha Berdiri Sendiri, yang menetapkan Islam menjadi rahmatan lil’alamiin (rahmat bagi semesta alam), yang jika ditegakan, maka bukan hanya manusia yang merasakan kebermanfaatannnya, bahkan seluruh alam semestapun bisa merasakan kebahagiaannya. Itulah Islam, yang jika berdiri kokoh, maka rahmat dan keberkahan dari langit dan bumi akan dibukakan. Itulah Islam, yang jika panjinya tegak, bumi dan isinya akan hidup tentram dan penuh rasa aman.

Karena hanya Islam yang Dia janjikan. Hanya Islam yang bisa mengatur urusan manusia dari semenjak dilahirkan sampai dia dikafani. Hanya Islam, agama yang mengatur urusan toilet hingga urusan pidana sekalipun. Hanya Islam, yang memuat aturan pernikahan sampai pembagian warisan. Hanya Islam, yang memuat urusan menstruasi sampai gerhana matahari. Hanya Islam yang memuat urusan menyelesaikan masalah paceklik sampai masalah politik. Hanya Islam pula yang tidak hanya memberikan petunjuk ummatnya untuk hidup baik di dunia saja, bahkan di akhirat. Hanya Islam, aturan yang bisa menyelaraskan zikir manusia di bumi dan zikir makhluk yang ada di langit.

Wahai Rabb Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau memberikan petunjuk kepada kami, karuniakanlah pada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi Karunia”. (Ali Imran: 8)









"Mimpi" Punya Anak Saleh


Semua orang bermimpi punya anak saleh, anak yang tidak hanya menjadi penyejuk hati orang tuanya di saat mereka hidup, tapi juga menjadi sumber aliran do’a saat mereka sudah tiada. Oleh karena itu, wajar jika semua pasangan suami-istri di dunia ini bermimpi memiliki anak yang saleh.

“Gara-gara mimpi itu”, negara dibuat kerepotan menentukan kurikulum apa yang pas, semua orang tua kelelahan mewujudkannya, begitu juga dengan lembaga pendidikan, mereka keteteran menciptakan metode yang pas untuk mewujudkannya.

Padahal, rumus teorinya simpel. Dari mana asalnya anak saleh? Jawabannya adalah: dari keluarga atau rumah tangga yang saleh. Pertanyaan selanjutnya, dari mana asalnya rumah tangga yang saleh? Jawabannya adalah: dari proses pernikahan yang benar. Pertanyaan selanjutnya, dari mana asalnya pernikahan yang benar? Maka jawabannya adalah: dari pertemuan seorang laki-laki dan seorang wanita saleh dengan cara-cara yang dibenarkan Allah. Pertanyaan terakhir, bagaimana cara menjadi perempuan atau laki-laki saleh tersebut? Inilah biang masalahnya.

Jadi jika anak kita kurang saleh, jangan serta-merta menyalahkan anak. Marilah kita berkaca, bagaimana proses pernikahan kita dahulu. Apakah sudah sesuai dengan tata cara yang dibenarkan Allah? Bagaimana moral ibu dan ayahnya? Apakah sudah yakin, ayahnya selalu mencarikan nafkah yang halal untuk keluarganya? Apakah sudah yakin, ibunya tidak memakan makanan haram atau syubhat sehingga menjadi air susu yang dikonsumsi anaknya? Imam Al Ghazali pernah berkata: Sifat buruk dari seorang ibu dapat mengalir pada anak-anaknya melalui air susunya. Lalu kelak sifat itu akan keluar saat anak mulai beranjak dewasa atau saat akil baligh. 

Jadi, jika seorang laki-laki dan perempuan yang tidak peduli dengan kesucian moralnya, tidak menjaga batas-batas pergaulan sesuai syari’ah, kemudian bertemu, terjalinlah sebuah proses pernikahannya yang diawali dengan hubungan yang tidak benar, hanya didasari cinta buta tanpa pemahaman agama, kemudian berumah tangga dan memiliki anak. Ditambah lagi dengan nafkah yang syubhat yang diberikan kepada anak. Kira-kira anak seperti apa yang akan tumbuh kelak?

Jika anak mendapat asupan gizi yang jelas halal lagi baik, kemudian mendapat pengasuhan dan contoh perilaku (teladan) yang baik dari ayah dan ibunya, tidak ada kontaminasi pengasuhan pihak lain, dididik agama dan keyakinanya, ditanamkan kasih sayang oleh ibunya, ketegasan dan jiwa kepemimpinan dari ayahnya. Maka insyaAllah, jika dia sudah baligh, anak akan memiliki filter sendiri di lingkungan pergaulannya. Agama dan kehormatannya akan terjaga, dan anak akan memiliki kepekaan yang kuat dalam menyikapi perintah dan larangan syari’at, menghindari segala tindakan yang dapat mendatangkan hukuman.

Sekarang, mari kita lihat. Peristiwa pemukulan guru yang dilakukan muridnya sendiri, membentak guru, pembunuhan dosen, pelajar SMP yang melawan POLANTAS padahal dia menyalahi aturan lalu lintas dengan tidak memakai helm, dan sejumlah tindak criminal yang terjadi di lingkungan pendidikan, merupakan bukti dari keluarnya tindakan kriminal seorang anak, tepat saat mereka baligh. Hal ini sangat kontradiktif dengan hasil yang seharusnya. Di usia baligh, seharusnya seorang anak mulai memiliki kesadaran dan tanggung jawab akan pelaksanaan akhlak yang baik. Tapi justru faktanya, sebagian anak usia baligh saat ini, malah berlomba-lomba menunjukan dan membuktikan keberanian agar dianggap kuat dan pemberani. Rasa kemanusiaannya hilang, hati nuraninya sudah tumpul, mata hatinya sudah tertutup lumpur teladan yang buruk dan tertimbun oleh pola asuh yang salah.

Jika seorang anak mendapatkan pengasuhan yang ‘pincang’ hanya ayahnya saja yang saleh, maka Kan’an anak Nab Nuh a.s. cukup menjadi bukti atas hasil pengasuhan tersebut. Prinsip-prinsip yang ditanamkan oleh Nabi Nuh a.s. kemudian dihancurkan oleh istrinya sendiri. Istri yang berbeda prinsip dengan suami, istri yang tidak satu visi dengan suami, dialah istri Nuh a.s.. 

Selanjutnya, jika anak sudah mendapat pengasuhan yang baik, maka sekolah hanya bersifat suplemen baginya. Dalam hal ini, sekolah TK dan SD sangat dijadikan pijakan dasar. Di sekolah, seorang anak mulai mengenal hidup bersosial dan berinteraksi dengan anak-anak lain yang tentu saja memiliki pola pengasuhan yang berbeda-beda, mereka akan saling mewarnai satu-sama lain, ada pengaruh positif dan juga sebaliknya. Sebagai contoh, ada teman di sekolah TK-nya yang mengucapkan kata kasar, anak pasti akan mendengarkan dan ikut mempraktekannya. Namun anak dengan bekal imunitas moral yang kuat dari keluarganya, hanya akan mengikutinya sebentar saja, setelah ibunya menjelaskan kalau hal itu buruk dan kembali ditanamkan ucapan-ucapan yang baik, maka perlahan kata-kata kasar itu akan hilang dalam perkataannya, kata kasar itu hanya akan tersimpan di memorinya sebagai kata-kata kasar dan tidak boleh untuk diucapkan. Perlahan, anak seperti ini justru dia yang akan mencegah teman-teman di lingkungannya untuk tidak berkata kasar.

Orang tua tidak akan bisa membendung pergaulan anak dan orang tua juga tidak akan mampu membendung arus teknologi. Oleh karena itu, bekali anak dengan ‘anti bodi’ yang kuat, kuat moralnya, kuat spiritualnya, kuat inetelejensinya dan kuat keterampilannya. Semua itu hanya bisa diraih hanya dengan memberikan pengasuhan yang baik. Kedisiplinan orang tua, ketegasan orang tua, ketekunan orang tua semuanya merupakan instrument penting yang akan dilihat oleh anak kemudian ditirunya.

Pendidikan terbaik tidak melulu harus dengan fasilitas terbaik. Sekolah mahal bukan jaminan anak menjadi saleh. Karena almamater tidak akan bisa menjamin karakter. Orang tua harus bisa membedakan pendidikan terbaik dengan fasilitas terbaik. Anak yang dimanja hanya akan tumbuh menjadi anak yang kurang menghargai jasa dan pengorbanan orang lain, termasuk orang tuanya sendiri.

Pada anak usia sekolah dasar (SD), kemudian mereka akan menemukan tantangan dan pergaulan yang lebih kompleks. Mereka tidak lagi akan berinteraksi dengan puluhan orang, bahkan ratusan. Di masa inilah, anak harus didisiplinkan, diberi penegasan batas-batas pergaulan, dipahamkan, di ajak bersikusi dan musyawarah, diajak shalat berjama’ah, diajarkan Al Quran, dan kuatkan agamanya dari kedua belah pihak, yakni rumah dan sekolah. 

Begitu pentingnya penanaman agama di masa SD ini, penulis pernah mengajukan pertanyaan ke 100 responden, mengenai sholat. Apakah semenjak SD bacaan shalat anda berubah? Maka 95 % menjawab tidak. Dan 5 persennya lagi menjawab iya berubah, karena saya menemukan dalil yang sahih dari apa yang biasa saya baca dari saat saya masih kecil. Kesimpulannya, hal ini membuktikan betapa penanaman agama pada anak-anak ketika SD itu sangat membekas di hati mereka, sehingga ketika mereka tumbuh dewasa, tidak ada yang berubah dari apa  yang ditanamkan orang tuanya dahulu.

Masa kecil anak adalah modal utama, asuhlah mereka dengan agama, pengasuhan, kasih sayang dan teladan yang baik. Sungguh, hal ini tidak akan berlangsung lama, tidak akan lama, bersabarlah para ayah dan bunda dimanapun kalian berada. Jika anda mengasuh dan mendidik anak anda dengan benar. Maka kelak dia tidak hanya akan membaktikan dirinya ketika anda hidup, bahkan ketika anda sudah, dia akan mendoakan anda dengan ikhlas dan penuh kekhusuan. Mereka anak-anak yang saleh, kelak tidak akan memperebutkan harta warisan yang anda tinggalkan, sehingga berujung pada konflik ketegangan antara mereka. Tapi mereka berlomba membaktikan jerih payahnya kepada anda dan selalu mendoakan anda dalam sujud-sujud mereka.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah berikan anugrah yang bernama kehendak. Dengan kehendaknya, ia bebas memilih. Tidak seperti kambing, yang hari ini makan rumput, besok makan rumput, lusa makan rumput, bulan depan makan rumput, dst. Tapi manusia bebas menentukan pilihan dengan tanpa mengabaikan segala efek yang timbul dari pilihannya.  

Oleh sebab itu, silahkan memilih. Ada dua capek, yaitu capek di awal dan capek di akhir. Apakah anda akan memilih bersusah payah di awal ketika mendidik anak anda, mengasuhnya dengan penuh kedisiplinan, menanamkan akhlak dengan penuh ketegasan, tapi kelak anak tumbuh dengan rasa hormat, kasih sayang dan berbakti kepada anda. Atau anda pilih santai dalam mendidik dan menanamkan akhlak anak, tidak diajarkan agama, membebaskannya tanpa memahakan batas pergaulan, memanjakannya dengan memenuhi apapun yang menjadi keinginanya, dan kelak dia tumbuh menjadi anak yang tidak terarah, jauh dari kesopanan, tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan merusak keadaan. Silahkan memilih, capek di awal atau capek di akhir!

Bersabarlah wahai ayah dan bunda. Bersabarlah menjawab semua pertanyaannya, bersabarlah mendengar tangisannya saat anda mendisiplinkannya, bersabarlah dalam berdiskusi dengannya, bersabarlah, sungguh pengasuhan ini tak akan berlangsung lama sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa dan mengembalikan semu kasih sayangnya kepadamu. Se-modern apapun zaman, moral anak tetaplah bergantung pada hasil pengasuhan anda.

Makarnya Kaya Kenal!


Fenomena terror, kekerasan bahkan pembunuhan terhadap ulama kembali terulang. Sebuah fenomena sejarah yang rasanya belum hilang dalam benak ummat Islam Indonesia. Dalam upaya menjauhkan masyarakat dari ulama, maka dibuatlah sejumlah aksi terror yang dilancarkan oleh segelintir orang.

Jika dulu Imam Bonjol sebagai ulama di Sumatera Barat, dibuang ke Minahasa Sulawesi Utara. Pengeran Diponegoro ulama sekaligus priyai yang menjadi pemimpin perlawanan rakyat Jawa Tengah terhadap penjajah Belanda, pun mengalami nasib yang sama. Pangeran Diponegoro dibuang ke Manado. Tak lupa pejuang Aceh. Seorang wanita salehah yang hanya bisa berbicara dengan dua bahasa, yakni bahasa Aceh dan bahasa Arab ini, juga mendapatkan perlakuan yang sama. Rupanya, penjajah dan antek-antek oeloebalangnya masih saja ketakutan dengan seorang janda tua renta dan rabun. Atas usulan Snouck Hurgronje, Cut Nyak Din pun dibuang hingga wafat di Sumedang. Demikian H.O.S. Tjokroaminoto, seorang ulama sekaligus priyai Jawa kharismatik yang kemudian dibuang ke Boven Digoel. Semua ini dilakukan penjajah Belanda dari sejak awal abad 18 sampai awal abad 19. 

Demikianlah ulama dibuang dan dijauhkan dari masyarakat. Dengan harapan, akan tumbuh masyarakat tanpa ulama, yang tidak punya kesadaran agama, tidak punya kesadaran berjuang dan tidak punya kesadaran akan musuh. Dengan kondisi seperti ini, lambat-laun akan tumbuh masyarakat yang kosong spiritualnya, terombang-ambing pemikirannya, dan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak pernah ditabayyunkan (diklarifikasi) oleh mereka. 

Masyarakat yang jauh dari ulama, hanya akan tumbuh menjadi masyarakat yang ummy (buta) terhadap wahyu, tak tahu kewajiban dan tujuan penciptaan diri dan alam tempat berpijaknya. Tak paham fungsi dan perannya, sampai klimaksnya mereka tak sadar kalau mereka sedang menjadi sasaran empuk paham-paham yang penuh dengan radikalisme yang ditunggangi iblis dan para pengikut setianya.  

Artinya, sudah bukan barang baru jika hal ini terjadi. Jika ulama mendapat tekanan, ancaman, terror bahkan sampai pada tahap pembunuhan. Karena ada pihak yang tidak ingin, jika masyarakat kini tengah mulai sadar mencintai ulama, ada pihak yang tidak suka jika masyarakat saat ini merasa butuh ilmu dari para ulama. Dibuatlah makar sedemikian rupa, agar masyarakat Indonesia kembali dipisahkan dari ulama, dengan cara apa? Tentu dengan cara yang sama yang dahulu pernah dilakukan. Dijauhkan dan terus dijauhkan.

 “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah justru menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya” (As Shaf (61): 8)

Mohon untuk diingat dan dicatat. Indonesia ini lahir berkat keringat dan darah para ulama. Karena Islam yang diyakini para ulama adalah Islam yang paripurna, bukan Islam yang dikotomi antara syari’at dan negara. Sosok pemimpin dalam Islam adalah bukan hanya digambarkan sebagai pewaris tahta kerajaan semata. Tapi pemimpin dalam Islam otomatis harus memiliki kecakapan fisik, mental dan spiritual sekaligus. Sebab itulah, tidak ada pemisahan Muhammad sebagai pemimpin dan Muhammad sebagai rasulullah. Semuanya satu paket. Jadi sangat wajar, jika ulama memiliki kesadaran bernegara yang benar lebih peka daripada masyarakatnya. 

Islam dalam masa kesultanan di Indonesia sejak abad 9 hingga awal abad 17. Adalah bukti nyata, bahwa para pemimpin Islam yang diberi gelar sultan, tidak hanya memerintah rakyat dibalik megahnya singgasana kesultanan. Tapi mereka juga mampu menjadi teladan bagi masyarakat, mereka cakap untuk menjadi imam shalat, menjadi panutan akhlak dan menjadi pusat komando dalam pemerintahan.

Seorang pemimpin dalam Islam adalah pasti ulama, dan seorang ulama tentu akan berhati-hati dalam berucap dan bertindak. Telah banyak bukti yang menunjukan ulamalah pelopor kebangkitan di Indonesia, contohnya Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Din, H.O.S. Tjokraminoto, dll
Namun, akibat deislamisasi sejarah yang dilakukan penjajah Belanda dan sejumlah warga priyai kooperatif. Hal ini menjadikan peran ulama dikerdilkan, kontribusinya dihapus dan diklaim oleh tokoh lain yang dulunya justru getol menentang persatuan negara Indonesia karena pro-penjajah. Tapi kini, mereka dinobatkan menjadi pahlawan atau pelopor pemersatu dalam proses terbentuknya negara ini.

Semenjak saat itulah, masyarakat dibuat luntur kepercayaannya terhadap peran ulama. Dampaknya, hampir tidak ada yang bisa diharapkan dari generasi yang dididik dibawah kurikulum penjajah. Ketahuilah wahai generasi muda, ulamalah yang mati-matian berjuang menegakan berdirinya Indonesia sehingga kedaulatannya dikenal oleh dunia. Hitunglah berapa jumlah pahlawan nasional muslim yang ada di negeri ini. Tidakkan itu menyiratkan, bahwa hanya dengan ulama, kepentingan rakyat bisa diakomodir. Hanya dengan ulama, cita-cita persatuan dan kesejahteraan bangsa ini bisa tercapai.

Kini, saat masyarakat jengah dengan perilaku sejumlah pemimpin mereka yang tidak prorakyat. Masyarakat perlahan mulai sadar dan haus akan kebenaran, mulai rindu pada nasihat dan ajaran para ulama. Kembali, upaya penjauhan ini dilancarkan lagi, agar “kesuksesan sejarah” mereka di masa lampau terulang kembali. Terror dan pembunuhan mulai kembali digalakan. Dan kami ummat Islam, sepertinya sudah kenal dengan gaya konspirasi ini.

Sungguh ketegangan ini ‘diciptakan’ untuk menggertak dan hendak menciutkan nyali para pejuang Islam. Wahai ulama! Tabahlah, dalam membimbing dan menuntun kami. Teguhlah dalam menyadarkan ‘singa tidur’ ini.  Jangan mundur setapakpun!


Afaf Najihah
Jl. P.H.H. Mustofa No. 41 Bandung