Senin, 08 April 2013

Halalan Thayyiban



Sebagai ummat Islam, tentu kita semua tidak asing dengan istilah halalan thoyyiban, kalimat tersebut merupakan  serapan kata yang berasal dari kitab suci Al-Qur’an, yang berarti halal dan baik. Kedua kata tersebut merupakan syarat sah jenis makanan yang bisa dikonsumsi oleh seorang muslim. Halal saja tidak cukup, sebagai contoh gula merupakan makanan halal, zat yang terkandung didalam gula merupakan zat yang dibutuhkan tubuh, akan tetapi jika tidak dikonsumsi secara tepat guna, maka gula tersebut akan menimbulkan penyakit yang bisa membahayakan tubuh. Itulah sebabnya Allah swt memberikan standar kedua yang bernama thoyyib yang berarti baik. Selain jenis makanannya yang harus halal baik secara zat maupun cara mendapatakannya, kita dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara tepat guna, sehingga aman dan menyehatkan bagi tubuh orang yang mengkonsumsinya.

Sekarang, mari kita multi fungsikan prinsip halalan thoyyiban tidak hanya kepada makanan saja yang merupakan konsumsi perut manusia, apapun yang kita konsumsi, baik konsumsi mata, telinga yang kesemuanya itu merupakan jalan seseorang untuk mendapatkan hidayah, patut kita multi fungsikan prinsip halalan thoyyiban, karena faktanya masih banyak sekali orang yang mengaku sehat secara jasmani padahal hati dan fikirannya sangat kotor, hal ini dipicu karena seseorang boleh jadi mendengar atau melihat hal-hal yang tidak semestinya dia lihat, apalagi di zaman informasi teknologi yang sangat pesat seperti sekarang ini, mempermudah kita untuk mengakses informasi apapun yang kita inginkan secara cepat dan akurat. Informasi tersebut kemudian kita baca, kita lihat dan kita telaah sehingga menjadi konsumsi otak dan akal kita dan dengan cara tersebut akan menambah pengetahuan pembacanya.

Arus perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, bahkan sulit dibendung, informasi-informasi positif dan negatif pun menjadi sulit diklasifikasi. Sehingga tidak sedikit anak kecil yang sudah terbiasa melihat berita-berita kriminal, pelecehan dll, padahal hal ini sesungguhnya sangat merusak proses tumbuh kembang mereka yang seharusnya hanya menerima informasi-informasi positif saja yang kelak akan tertanam menjadi sifat dan karakter mereka nantinya.

Seandaninya setiap muslim mengkonsumsi asupan yang halalan thoyyiban untuk perut, mata dan telinganya, niscaya akal, hati dan fikirannya akan terbuka menerima kebenaran dan hidayah Tuhan. Setiap orang pasti memiliki potensi dan kesempatan untuk berbuat dosa, tapi kesempatan itu diambil atau tidak, semuanya bergantung pada sejauh mana keimanan orang tersebut, seorang bisa saja berada pada lingkungan yang cukup agamis, tapi begitu ada kesempatan berbuat dosa, orang tersebut melakukan dosa. Atau sebaliknya, seorang bisa saja berada pada lingkungan yang parah, tapi jika seseorang itu memiliki keimanan yang kuat, niscaya lingkungannya itu tidak akan mempengaruhinya.

Lingkungan hanya sebuah faktor yang mempengaruhi keshalehan seseorang, bukan satu-satunya faktor, sebagai contoh, Nabi Nuh, beliau memiliki seorang anak yang mebangkang atas ajaran yang disampaikannya, demikian pula istrinya. Contoh lain, Mus’aib Bin Umair, seorang sahabat Rasul yang berasal dari keluarga yang kaya raya dan bergelimang harta, beliau tidak tertarik untuk menikmati kekayaan fana itu, Mus’aib malah memilih berjuang dalam penegakan Islam dan hidup dalam penuh kesederhanaan, semuanya bergantung kepada siapa Allah menghendaki hidayah itu berlabuh. Sesungguhnya Allah memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.

Walaupun demikian, kita harus senantiasa berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kenyamanan dan keselmatan hidup kita, logikanya, seseorang yang hidup dilingkungan kondusif belum tentu orang tersebut bisa mengkondusifkan dirinya, apalagi jika seseorang tinggal di lingkungan yang tidak kondusif, peluang untuk berbuat maksiat semakin luas, dan hal itu bisa semakin memicu seseorang untuk berbuat maksiat lebih jauh lagi.

Sebagaimana firman Allah dalam QS At-Tahrim : 6 yang artinya :
 Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).

Semoga apapaun bentuk lingkungan kita, kita tetap menjadi manusia yang senantiasa menempatkan iman kita dimanapun kita berada, hati kita senantiasa memiliki nikmat Ihsan, dimana kita selalu merasa dilihat Allah dimanapun aktivitas kita.

Demikianlah Allah memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki, semoga dengan kita menjaga mata, hati dan telinga kita, kita tergolong menjadi orang-orang yang senantiasa dikaruniakan hidayah, dan senantiasa mengabdi kepada Allah dalam keadaan lapang maupun sempit.

"Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raf : 23)
Wallahu a’lam.


1 komentar:

  1. Aamin, terkadang kesenangan yg di dapat adalah pendhaliman itu sendiri

    BalasHapus