Senin, 20 Mei 2013

HIDUP KADANG TAK PERLU HITUNGAN LOGIS MATEMATIS




Cerita ini, kubagi pada para pembaca dengan penuh ambisi. Bukan karena aku telah bebas dari PR Tuhan yang bernama ujian, aku hanya ingin mengajak anda para pembaca menjadi lebih yakin akan keajaiban Allah. 

Aku adalah seorang anak manusia yang sedang berusaha keluar dari kubangan keterbatasan, bukan karena aku tidak mawas diri, bukan pula karena aku tidak faham kondisi, aku sangat menyadari semua itu, keterbatasanku tidak lantas harus membuatku menyerah pada keterbatasan yang Allah gariskan untuk-ku. Karena aku yakin, Tuhan-pun tak akan tega melihat ciptaan-Nya terus menerus berada dalam kondisi kesulitan, Yang Maha Kuasa pasti selalu menyediakan reward diakhir ujian pada kita.

Segala puji bagi Allah, yang telah melahirkan aku di keluarga yang penuh kasih sayang. Aku memiliki masa kecil yang cukup bahagia, diberikan pendidikan terbaik oleh orang tuaku, ibuku tak pernah berhenti membuatku terus bermimpi, dia gemar sekali menceritakan anak tetangga kami yang sudah menjadi dosen (baca-sudah sukses), saking seringnya aku mendengar cerita itu, aku sampai hafal setiap bagian kisah itu, dan ku susun menjadi sebuah puzzle hidup yang pasti akan ku tapaki.

Ibuku memang tidak menyekolahkanku di sekolah yang mahal, sekolah dengan SPP berjuta-juta, bagi kami itu hanya ada di film saja, aku memang tidak terlahir dari keluarga kaya raya, tapi bukan berarti aku tidak boleh punya ambisi untuk bermimpi.

Saat lulus dari SMP dulu, aku merengek pada ibuku supaya cepat-cepat mendaftarkan aku ke SMA, khawatir pendaftaranya akan ditutup, tapi ibuku hanya tersenyum, dia bilang, mau daftar pake apa? Dari mana ibu akan membiayai sekolahmu? Liat kakak-kakakmu, mereka juga hanya sampai SMP. Kata-kata itu sungguh menyayat hati, tapi aku tak habis akal, aku nekat mendaftarkan diriku sendiri ke sebuah SMA di daerahku, dengan modal uang tabunganku, aku berhasil terdaftar menjadi siswa baru di sekolah tersebut, sampai akhirnya Tuhanpun memberikanku jalan dengan segala kemudahan-Nya hingga aku berhasil lulus di sekolah tersebut, yah walaupun hanya mengantongi juara kedua.

Sebulan setelah lulus SMA, aku masih bingung apa selanjutnya rencanaku, lagi-lagi aku nekat melanjutkan studiku, berkali-kali aku katakan kepada orang tuaku, kalau aku ingin melanjutkan studiku ke perguruan tinggi, dan berkali-kali pula orang tuaku menjelaskan kalau mereka tak mampu menyekolahkanku lebih tinggi lagi, terdengar klasik memang, tapi begitulah adanya. Kata-kata itu hanya berlalu saja di telingaku, hingga akupun berhasil menunjukan aksi nekat yang kedua kalinya. Aku meyakinkan ibuku dengan cerita-cerita heroik yang dia berikan dulu. Akhirnya ibu dan keluargaku percaya padaku.

Dan dimulailah petualanganku di kota kembang ini, di tempat yang berbeda dengan status berbeda, yah saat itu aku sudah jadi mahasiswa, mahasiswa yang agak berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, aku memang bukan mahasiswa pada umumnya, mahasiswa yang tinggal duduk manis belajar di kelas mendengar khotbah dosen, mengerjakan tugas, hang-out dan pulang ke kosan, aku tidak seperti mereka yang dikirim orang tuanya ke Bandung hanya untuk fokus belajar. Aku dikirim ke bandung oleh diriku sendiri, untuk mencari ilmu dan memperjuangkan mimpiku. Itulah keputusanku, keputusan yang sudah menjadi harga mati, hingga orang tua pun tak mampu mengintervensi.

Selama kuliah, aku berusaha mencukupi kebutuhanku dengan bekerja paruh waktu dan mengajar privat anak-anak SMP dan SD, tak banyak yang bisa kulakukan, karena keterbatasan waktu, kuliah tingkat awal memang lumayan padat, sehingga sangat menguras waktu, tenaga, biaya dan fikiran. Selama kuliah, bahkan aku tak sempat terfikirkan untuk membeli sepotong baju baru pun, karena yang ada di fikiranku setiap kali aku punya uang adalah, bagaimana cara memenuhi ongkos hidupku yang sebatang kara, mulai dari biaya makan, tagihan kosan, bayar kuliah dan berjuta-juta jenis beban lainnya. 

Suatu ketika, saat cobaan hidup ini sampai pada titik klimaks, aku pernah berfikir untuk pulang saja ke kampung halaman, saat itu aku berfikir bahwa Tuhan terlampau tega memberi cobaan ini padaku, ah.. aku menangis waktu itu, aku ingin pulang saja, aku menyesal telah terlalu berani menantang badai kehidupan ini, aku pun mengemasi barang-barangku, namun setelah aku siap untuk pulang ke rumahku di pelosok desa sana, tiba-tiba saja aku merasa malu dengan diriku sendiri, aku terlalu gengsi untuk menyerah pada semua masalah ini, aku menangis sejadi-jadinya, aku bingung setengah mati.

Ditengah kebingungan itu, aku mencoba me-refresh pikiranku, aku buka pikiran positifku, dan akupun kembali menata mimpiku yang nyaris luluh lantak akibat perasangka buruk pada Tuhan, aku berusaha sekuat tenaga untuk meraih mimpiku, untuk bisa kuliah dan lulus sebagai sarjana, bahkan sampai professor kalau perlu.

Hari demi hari, semester demi semester pun berlalu, aku khusu mengikuti setiap fase kuliahku, sampai akhirnya sidang skripsi pun tiba, aku berhasil melewati semuanya dengan hasil yang baik, sampai saat dimana hanya tinggal menunggu tanggal itu datang, tanggal wisuda, tanggal yang cukup krusial bagi keluarga kami, karena aku adalah orang pertama di keluarga yang bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Ibuku bilang, di hari wisuda nanti, seluruh keluargaku akan datang, termasuk tetanggaku. Subhanallah, aku bahagia mendengarnya.

Sesaat, aku falashback pikiranku ke masa lalu, ku ucapkan syukur kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan-Nya, dan telah menciptakan aku sebagai makhluk yang tidak senang berfikir panjang akan beberapa hal, jadi aku bisa kuliah dengan cara menutup mata dan telingaku dari kondisiku sebenarnya, aku bersyukur dilahirkan sebagai orang yang optimis, jadi aku yakin aku bisa meraih cita-citaku. 

Hidup terkadang tidak membutuhkan hitungan logis matematis untuk menjalankanya, hanya butuh keyakinan saja, maka mimpi itu perlahan akan menjadi nyata, dunia ini terkadang hanya bisa dinikmati oleh para pemberontak kondisi, kepahitan masalah yang sudah mencapai titik nadir, kelak akan menjadi kenangan manis untuk diingat, dan tentu saja akan dibalas Allah dengan balasan yang terbaik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar