Kamis, 19 April 2018

"Mimpi" Punya Anak Saleh


Semua orang bermimpi punya anak saleh, anak yang tidak hanya menjadi penyejuk hati orang tuanya di saat mereka hidup, tapi juga menjadi sumber aliran do’a saat mereka sudah tiada. Oleh karena itu, wajar jika semua pasangan suami-istri di dunia ini bermimpi memiliki anak yang saleh.

“Gara-gara mimpi itu”, negara dibuat kerepotan menentukan kurikulum apa yang pas, semua orang tua kelelahan mewujudkannya, begitu juga dengan lembaga pendidikan, mereka keteteran menciptakan metode yang pas untuk mewujudkannya.

Padahal, rumus teorinya simpel. Dari mana asalnya anak saleh? Jawabannya adalah: dari keluarga atau rumah tangga yang saleh. Pertanyaan selanjutnya, dari mana asalnya rumah tangga yang saleh? Jawabannya adalah: dari proses pernikahan yang benar. Pertanyaan selanjutnya, dari mana asalnya pernikahan yang benar? Maka jawabannya adalah: dari pertemuan seorang laki-laki dan seorang wanita saleh dengan cara-cara yang dibenarkan Allah. Pertanyaan terakhir, bagaimana cara menjadi perempuan atau laki-laki saleh tersebut? Inilah biang masalahnya.

Jadi jika anak kita kurang saleh, jangan serta-merta menyalahkan anak. Marilah kita berkaca, bagaimana proses pernikahan kita dahulu. Apakah sudah sesuai dengan tata cara yang dibenarkan Allah? Bagaimana moral ibu dan ayahnya? Apakah sudah yakin, ayahnya selalu mencarikan nafkah yang halal untuk keluarganya? Apakah sudah yakin, ibunya tidak memakan makanan haram atau syubhat sehingga menjadi air susu yang dikonsumsi anaknya? Imam Al Ghazali pernah berkata: Sifat buruk dari seorang ibu dapat mengalir pada anak-anaknya melalui air susunya. Lalu kelak sifat itu akan keluar saat anak mulai beranjak dewasa atau saat akil baligh. 

Jadi, jika seorang laki-laki dan perempuan yang tidak peduli dengan kesucian moralnya, tidak menjaga batas-batas pergaulan sesuai syari’ah, kemudian bertemu, terjalinlah sebuah proses pernikahannya yang diawali dengan hubungan yang tidak benar, hanya didasari cinta buta tanpa pemahaman agama, kemudian berumah tangga dan memiliki anak. Ditambah lagi dengan nafkah yang syubhat yang diberikan kepada anak. Kira-kira anak seperti apa yang akan tumbuh kelak?

Jika anak mendapat asupan gizi yang jelas halal lagi baik, kemudian mendapat pengasuhan dan contoh perilaku (teladan) yang baik dari ayah dan ibunya, tidak ada kontaminasi pengasuhan pihak lain, dididik agama dan keyakinanya, ditanamkan kasih sayang oleh ibunya, ketegasan dan jiwa kepemimpinan dari ayahnya. Maka insyaAllah, jika dia sudah baligh, anak akan memiliki filter sendiri di lingkungan pergaulannya. Agama dan kehormatannya akan terjaga, dan anak akan memiliki kepekaan yang kuat dalam menyikapi perintah dan larangan syari’at, menghindari segala tindakan yang dapat mendatangkan hukuman.

Sekarang, mari kita lihat. Peristiwa pemukulan guru yang dilakukan muridnya sendiri, membentak guru, pembunuhan dosen, pelajar SMP yang melawan POLANTAS padahal dia menyalahi aturan lalu lintas dengan tidak memakai helm, dan sejumlah tindak criminal yang terjadi di lingkungan pendidikan, merupakan bukti dari keluarnya tindakan kriminal seorang anak, tepat saat mereka baligh. Hal ini sangat kontradiktif dengan hasil yang seharusnya. Di usia baligh, seharusnya seorang anak mulai memiliki kesadaran dan tanggung jawab akan pelaksanaan akhlak yang baik. Tapi justru faktanya, sebagian anak usia baligh saat ini, malah berlomba-lomba menunjukan dan membuktikan keberanian agar dianggap kuat dan pemberani. Rasa kemanusiaannya hilang, hati nuraninya sudah tumpul, mata hatinya sudah tertutup lumpur teladan yang buruk dan tertimbun oleh pola asuh yang salah.

Jika seorang anak mendapatkan pengasuhan yang ‘pincang’ hanya ayahnya saja yang saleh, maka Kan’an anak Nab Nuh a.s. cukup menjadi bukti atas hasil pengasuhan tersebut. Prinsip-prinsip yang ditanamkan oleh Nabi Nuh a.s. kemudian dihancurkan oleh istrinya sendiri. Istri yang berbeda prinsip dengan suami, istri yang tidak satu visi dengan suami, dialah istri Nuh a.s.. 

Selanjutnya, jika anak sudah mendapat pengasuhan yang baik, maka sekolah hanya bersifat suplemen baginya. Dalam hal ini, sekolah TK dan SD sangat dijadikan pijakan dasar. Di sekolah, seorang anak mulai mengenal hidup bersosial dan berinteraksi dengan anak-anak lain yang tentu saja memiliki pola pengasuhan yang berbeda-beda, mereka akan saling mewarnai satu-sama lain, ada pengaruh positif dan juga sebaliknya. Sebagai contoh, ada teman di sekolah TK-nya yang mengucapkan kata kasar, anak pasti akan mendengarkan dan ikut mempraktekannya. Namun anak dengan bekal imunitas moral yang kuat dari keluarganya, hanya akan mengikutinya sebentar saja, setelah ibunya menjelaskan kalau hal itu buruk dan kembali ditanamkan ucapan-ucapan yang baik, maka perlahan kata-kata kasar itu akan hilang dalam perkataannya, kata kasar itu hanya akan tersimpan di memorinya sebagai kata-kata kasar dan tidak boleh untuk diucapkan. Perlahan, anak seperti ini justru dia yang akan mencegah teman-teman di lingkungannya untuk tidak berkata kasar.

Orang tua tidak akan bisa membendung pergaulan anak dan orang tua juga tidak akan mampu membendung arus teknologi. Oleh karena itu, bekali anak dengan ‘anti bodi’ yang kuat, kuat moralnya, kuat spiritualnya, kuat inetelejensinya dan kuat keterampilannya. Semua itu hanya bisa diraih hanya dengan memberikan pengasuhan yang baik. Kedisiplinan orang tua, ketegasan orang tua, ketekunan orang tua semuanya merupakan instrument penting yang akan dilihat oleh anak kemudian ditirunya.

Pendidikan terbaik tidak melulu harus dengan fasilitas terbaik. Sekolah mahal bukan jaminan anak menjadi saleh. Karena almamater tidak akan bisa menjamin karakter. Orang tua harus bisa membedakan pendidikan terbaik dengan fasilitas terbaik. Anak yang dimanja hanya akan tumbuh menjadi anak yang kurang menghargai jasa dan pengorbanan orang lain, termasuk orang tuanya sendiri.

Pada anak usia sekolah dasar (SD), kemudian mereka akan menemukan tantangan dan pergaulan yang lebih kompleks. Mereka tidak lagi akan berinteraksi dengan puluhan orang, bahkan ratusan. Di masa inilah, anak harus didisiplinkan, diberi penegasan batas-batas pergaulan, dipahamkan, di ajak bersikusi dan musyawarah, diajak shalat berjama’ah, diajarkan Al Quran, dan kuatkan agamanya dari kedua belah pihak, yakni rumah dan sekolah. 

Begitu pentingnya penanaman agama di masa SD ini, penulis pernah mengajukan pertanyaan ke 100 responden, mengenai sholat. Apakah semenjak SD bacaan shalat anda berubah? Maka 95 % menjawab tidak. Dan 5 persennya lagi menjawab iya berubah, karena saya menemukan dalil yang sahih dari apa yang biasa saya baca dari saat saya masih kecil. Kesimpulannya, hal ini membuktikan betapa penanaman agama pada anak-anak ketika SD itu sangat membekas di hati mereka, sehingga ketika mereka tumbuh dewasa, tidak ada yang berubah dari apa  yang ditanamkan orang tuanya dahulu.

Masa kecil anak adalah modal utama, asuhlah mereka dengan agama, pengasuhan, kasih sayang dan teladan yang baik. Sungguh, hal ini tidak akan berlangsung lama, tidak akan lama, bersabarlah para ayah dan bunda dimanapun kalian berada. Jika anda mengasuh dan mendidik anak anda dengan benar. Maka kelak dia tidak hanya akan membaktikan dirinya ketika anda hidup, bahkan ketika anda sudah, dia akan mendoakan anda dengan ikhlas dan penuh kekhusuan. Mereka anak-anak yang saleh, kelak tidak akan memperebutkan harta warisan yang anda tinggalkan, sehingga berujung pada konflik ketegangan antara mereka. Tapi mereka berlomba membaktikan jerih payahnya kepada anda dan selalu mendoakan anda dalam sujud-sujud mereka.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah berikan anugrah yang bernama kehendak. Dengan kehendaknya, ia bebas memilih. Tidak seperti kambing, yang hari ini makan rumput, besok makan rumput, lusa makan rumput, bulan depan makan rumput, dst. Tapi manusia bebas menentukan pilihan dengan tanpa mengabaikan segala efek yang timbul dari pilihannya.  

Oleh sebab itu, silahkan memilih. Ada dua capek, yaitu capek di awal dan capek di akhir. Apakah anda akan memilih bersusah payah di awal ketika mendidik anak anda, mengasuhnya dengan penuh kedisiplinan, menanamkan akhlak dengan penuh ketegasan, tapi kelak anak tumbuh dengan rasa hormat, kasih sayang dan berbakti kepada anda. Atau anda pilih santai dalam mendidik dan menanamkan akhlak anak, tidak diajarkan agama, membebaskannya tanpa memahakan batas pergaulan, memanjakannya dengan memenuhi apapun yang menjadi keinginanya, dan kelak dia tumbuh menjadi anak yang tidak terarah, jauh dari kesopanan, tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan merusak keadaan. Silahkan memilih, capek di awal atau capek di akhir!

Bersabarlah wahai ayah dan bunda. Bersabarlah menjawab semua pertanyaannya, bersabarlah mendengar tangisannya saat anda mendisiplinkannya, bersabarlah dalam berdiskusi dengannya, bersabarlah, sungguh pengasuhan ini tak akan berlangsung lama sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa dan mengembalikan semu kasih sayangnya kepadamu. Se-modern apapun zaman, moral anak tetaplah bergantung pada hasil pengasuhan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar